14 November 2009

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA PENDERITA HEMODIALISIS

R.Mohammad Budiarto, Pranawa

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang memperburuk dari penyakit ginjal kronik (PGK) karena hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan PGK menjadi end stage renal disesase (ESRD) yang akhirnya harus menjalani hemodialisis (HD). Batasan PGK itu sendiri menurut The National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome and Quality Initiative (NKF/KDOQI) adalah suatu kerusakan struktural atau fungsi ginjal minimal > 3 bulan dengan atau tanpa penuruanan glomelural filtration rate (GFR), adanya gangguan dari GFR <60> 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan dari ginjal. Kemudian PGK ini dibagi menjadi 5 stadium. Pada stadium 1 – 4 ini, penatalaksanaan PGK dengan hipertensi ditujukan untuk menghambat progresifitas kerusakan faal ginjal, sedang pada stadium 5 dan ESRD yang akan menjalani HD ditujukan menurunkan angka kematian akibat kelainan kardiovaskuler.(Sinvely,2004; NKF/DOQI,2002)
Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination (NHAES), di Amerika hipertensi merupakan penyebab kedua terbanyak atau 29,9 % dari penderita hemodialisis, Di Surabaya pada tahun 1995 diperkirakan 22% dari HD disebabkan oleh hipertensi. Penelitian tahun 1998 pada 80 penderita yang menjalani hemodialisis kronik di Instalasi Hemodialisis RSUD Dr Soetomo Surabaya mendapatkan hipertensi pada 60% penderita, dimana hanya 35,42% dari jumlah tersebut yang tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan obat antihipertensi. Sedangkan dari data US Data Renal System (USRDS) 26 % pasien ESRD tiap tahunnya dan menjalani HD. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang tepat pada pasien dengan hipertensi yang mengalami gangguan ginjal karena penatalaksanaan pasien hipertensi dengan PGK dan pasien hipertensi dengan HD berbeda. (NKF/DOQI,2002; Willcox,2002)
Untuk mencapai tujuan dalam menekan angka mortalitas dan morbiditas pada pasien HD maka target tekanan darah haruslah tercapai. Adanya kesepakatan target tekanan darah yang harus dicapai dengan pengobatan baik secara farmakologi maupun non farmakologis menyebabkan penatalaksanaan penderita HD bisa lebih baik sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas kadiovaskuler.

Naskah lengkap disini

INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR 1 DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Riana Handayani, Djoko Soemantri

Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) disintesa hampir semua jaringan dan merupakan mediator pertumbuhan, diferensiasi dan tranformasi sel. Bicara mengenai IGF-1 tidak terlepas dengan Growth Hormon (GH), karena GH akan merangsang sintesis IGF-1. Reseptor GH diekspresikan lebih aktif di jantung dibandingkan dengan organ lain, dan perubahan sekresi GH akan menyebabkan perubahan secara pararel ekspresi IGF-1 pada jantung. Efek pertumbuhan pada GH dimediasi oleh IGF-1. Jadi IGF-1 merupakan faktor pertumbuhan jantung.1,2 
Pada studi terdahulu, dikatakan bahwa IGF-1 merupakan mediator proses aterosklerosis dan lesi vaskular, tetapi studi 4 tahun terakhir mengindikasikan bahwa IGF-1 serum rendah merupakan marker terjadinya aterosklerosis. Pasien defisiensi GH diketahui mengalami resistensi insulin, intoleransi glukosa, hipertensi, dislipidemia dan abnormalitas koagulasi, yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Pasien akromegali diketahui mengalami intimal-medial thickness (IMT) karotis lebih rendah dibandingkan dengan nonakromegali yang berhubungan dengan peningkatan kadar IGF-1.3,4
Interaksi IGF-1 dengan endotel akan memproduksi nitric oxide (NO) yang dapat mencegah disfungsi endotel dengan efek antiapoptosis dan antiinflamatori. IGF-1 juga menginduksi vasodilatasi dan mempertahankan aliran pembuluh darah koroner. IGF-1 dapat mengurangi kematian sel setelah infark miokard akut. IGF-1 dapat meningkatkan fungsi jantung pada pasien dengan gagal jantung. Karena efek biologi yang luas dan efek potensial terapi yang luas, IGF menjadi fokus penelitian oleh banyak peneliti. Selain potensial terapi yang luas, rendahnya kadar IGF-1 merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Sehingga dapat dikatakan bahwa rendahnya kadar IGF-1 merupakan faktor resiko independent penyakit kardiovaskular.

Naskah lengkap disini

Media Edukasi dan Silaturahmi Alumni & PPDS Kardiologi Unair

Non Scholae Sad Vitae

Google
WWW Blog ini