24 Maret 2011

HIPERTENSI PULMONAL PADA PPOK


Mohamad Arfi, Djoko Soemantri

Hipertensi Pulmonal (HP) yang terkait dengan penyakit parenkim paru kronis termasuk PPOK adalah salah satu bentuk HP yang paling umum. Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa prevalensi HP pada pasien keluar rumah sakit karena penyakit pernafasan kronis setinggi 28% dan PPOK adalah penyebab paling umum cor pulmonale kronis di Amerika Utara.

Perkiraan prevalensi HP pada pasien dengan PPOK bervariasi secara luas berdasarkan definisi HP, karakteristik fisiologis penyakit paru yang mendasari dan metode yang digunakan untuk menentukan tekanan paru. Prevalensi sebenarnya dari HP pada pasien dengan PPOK ringan-sedang tidak diketahui oleh karena tidak adanya penelitian epidemiologi skala besar. Banyak penelitian telah melaporkan prevalensi HP pada PPOK antara 30%-70%. PPOK cenderung menghasilkan perubahan hemodinamik saat istirahat. HP berat di definisikan sebagai mean pressure arterial pulmonalis [mPAP] > 40 mm Hg dan biasanya terkait dengan kompromi fungsi pernafasan moderate. Stevens dkk melaporkan bahwa 5 dari 600 pasien (0,8%) dengan PPOK didapatkan tekanan paru dan pulmonary vaskular resistant (PVR) yang sangat tinggi. Thabut dkk6 menemukan bahwa 21 dari 215 pasien (13 %) dengan PPOK lanjut memiliki mPAP > 35 mm Hg. Dalam sebuah penelitian retrospektif 8 dari 998 pasien (3,7%) dengan PPOK memiliki mPAP > 45 mm Hg, Chaouat dkk7 melaporkan 16 dari 27 pasien (60%) dengan HP berat (mPAP > 40 mm Hg) memiliki kondisi komorbid yang menjelaskan HP. 11 dari 998 pasien (1,1 %) yang tersisa tanpa komorbiditas menjelaskan HP dengan keterbatasan aliran udara sedikit berat, hipoksemia berat, hipokapnea dan DLCo yang turun. Disfungsi jantung berat di definisikan sebagai tekanan rata-rata atrium kanan > 8 dan indeks jantung 2 L / min / m2). HP berat jarang pada pasien dengan PPOK dan jika ditemukan maka kondisi komorbid disembuhkan dulu seperti emboli paru dan penyakit jantung. Tinjauan kepustakaan ini berfokus pada karakteristik hemodinamik, dampak klinis dan pengobatan pasien dengan kondisi ini.

Naskah selengkapnya disini

23 Maret 2011

PERCUTANEUS TRANSLUMINAL ANGIOPLASTY OF THORACO-ABDOMINAL AORTA STENOSIS DUE TO TAKAYASU ARTERITIS IN A 5-YEAR-OLD CHILD


Evy Febriane, Alit Utamayasa, Mahrus A Rahman, Teddy Ontoseno

Takayasu arteritis (TA), yang juga dikenal sebagai pulseless disease, thromboarteropati oklusif dan sindroma Martorell, merupakan suatu arteritis inflamasi kronik yang mengenai pembuluh darah besar, terutama aorta beserta cabang - cabangnya. TA merupakan vaskulitis idiopatik kronik ketiga yang terjadi pada anak-anak . Inflamasi terhadap pembuluh darah akan mengakibatkan suatu penebalan dinding pembuluh darah , fibrosis, stenosis dan pembentukan thrombus. Simptom TA dapat menggambarkan suatu iskemia end organ . Semakin akut proses inflamasi dapat merusak tunika media arteri dan mengakibatkan suatu pembentukan aneurisma. Meskipun manifestasi TA dapat bermacam-macam, tetapi presentasi sebagai kardiomiopati dilatatif sangat jarang. .6,9,10

Kasus TA sangat jarang terjadi. Insiden di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 2.6 kasus per 1 juta populasi per tahun. Penyakit ini lebih banyak dilaporkan pada kelompok Asia, tetapi juga dapat terjadi pada seluluh kelompok ras. Hal ini paling sering terlihat di Jepang, Asia Tenggara, India dan negara-negara Amerika Selatan dan Tengah, termasuk Meksiko, Peru, dan Brazil. TA paling sering terjadi pada wanita dekade kedua dan tiga ( hampir 80-90%), tetapi juga telah dilaporkan terjadi pada anak-anak yan berusia di bawah 16 tahun. 10

Sampai saat ini penyebab spesifik TA masih belum diketahui, diduga terkait dengan proses inflamasi yang berhubungan dengan proses autoimun 10. Manifestasi klinis TA mempunyai dua fase : sistemik dan oklusif. Pada fase sistemik, penderita akan terjadi simptom tidak spesifik, seperti demam, penurunan berat badan, fatigue, nyeri tidak spesifik dan kadang- kadang arthritis. Sedangkan pada fase oklusif , akan mengakibatkan penyempitan arteri yang disertai dengan hilangnya pulsasi arteri yang normal. Penatalaksanaan TA pada anak-anak masih terbatas pada prednisolon dosis tinggi dan obat –obat imunosupresif ( methothrexate, cyclophosphamide dan mycofenolate mofetil ). Lesi stenotik yang berat dapat dilakukan angioplasti per kutan maupun revaskularisasi dengan pembedahan yang merupakan pilihan terapi pada penatalaksanaan stenosis arteri non-arteriosklerotik pada anak-anak. 2,10

Berikut ini merupakan laporan kasus seorang penderita dengan stenosis aorta thoraco-abdominal et causa Takayasu Arteritis yang dilakukan suatu angioplasti per kutan.

Naskah selengkapnya disini


BERITA DUKA


Innalillahi wa innailaihi roji'un.

Segenap pengurus dan anggota PASKAL
mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya
atas meninggalnya ayahanda dari Dr. Fitri Rahmah
Semoga almarhum mendapat tempat yang layak di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan mendapat ketabahan.

Amin.

THE ROLE OF POLYSACCHARIDE PEPTIDE (PsP) IN CARDIAC STEM CELLS IN MYOCARDIAL INFARCTION


Moch. Faishal Riza, R. Moh. Yogiarto

Penyakit jantung iskemia masih merupakan salah satu penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas pada negara berkembang.2 Sebanyak 50% dari seluruh kematian kardiovaskuler disebabkan oleh penyakit jantung iskemik dan kondisi iskemik ini menyebabkan payah jantung kongestif, serta kecacatan permanen pada para pekerja.3

Kondisi iskemik miokard akan berkembang menjadi suatu infark miokard, akibat ketidakseimbangan perfusi antara asupan dan kebutuhan oksigen.4 Infark miokard (IM) adalah suatu jejas ireversibel, yang terjadi 15-20 menit setelah oklusi koroner. Perluasan infark dipengaruhi oleh durasi dan beratnya defek perfusi, asupan darah kolateral, medikasi dan ischemic preconditioning.2

Meskipun terapi farmakologi dan pilihan revaskularisasi secara nyata memperbaiki angka harapan hidup, tetapi tidak satu pun dari terapi tersebut dapat mencegah terjadinya jejas reperfusi dan jumlah sel mikoard yang dapat diselamatkan terbatas. “Time is muscle” masih merupakan prinsip yang harus dipegang, dan menjadi faktor utama reversibilitas jejas miokard. Tidak ada medikasi atau prosedur yang secara klinis efektif mengganti jaringan parut miokard akibat infark, oleh karena itu dibutuhkan modalitas terapi baru yang dapat me-regenerasi kardiomiosit normal,3 karena sebagian besar pasien pasca infark miokard terjadi pembesaran ukuran ventrikel kiri dan payah jantung.1

Beberapa dekade terakhir, terdapat bukti bahwa jantung memiliki kemampuan untuk beregenerasi terhadap kardiomiosit dan pembentukan pembuluh darah baru. Beberapa penelitian pada tahun 2001, menunjukkan bahwa injeksi maupun infus sel puncak/progenitor mampu memperbaiki fungsi jantung setelah kejadian infark dan meningkatkan aliran darah pada kasus iskemik perifer.2 Meskipun demikian, masih banyak pertanyaan yang harus dijawab antara lain: kapan waktu yang optimal? Berapa dosis yang optimal? Tempat injeksi dan tipe sel yang bagaimana yang dapat memberikan hasil terbaik?2,6 Disamping itu, hasil dari pengobatan dengan sel punca hanya pada tingkatan sedang saja.

Naskah selengkapnya disini

SINDROM VENA KAVA SUPERIOR

Moh Zukri Antuke, Iswanto Pratanu

Kegawatan napas dapat terjadi pada penyakit di saluran napas, pembuluh darah toraks dan parenkim paru, salah satunya adalah sindrom vena kava superior (SVKS).
Pertama kali dijelaskan pada tahun l757 dengan pasien lesi sifilis pada aorta. Pada tahun 1950 SVKS terutama disebabkan oleh aneurisma aorta dan infeksi seperti tuberkulosis dan fibrosis mediastinum. Pada era 1980-an dan 1990-an gangguan keganasan menjadi penyebab dominan SVKS, keganasan mediastinum adalah faktor penyebab utama. Kelainan jinak terhitung kurang dari 10% kasus, dengan pengobatan antibiotik modern menyebabkan perubahan etiologi dari SVKS akibat infeksi menurun. Di Amerika Serikat angka kejadian SVKS sekitar 15.000 orang setiap tahun, di Indonesia belum ada data angka kejadian SVKS.1,2,3

Vena cava superior membawa darah dari kepala, lengan, dan tubuh bagian atas kembali ke jantung, membawa sekitar sepertiga dari darah vena kembali ke jantung Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi gangguan aliran darah ini akibat berbagai sebab. Kompresi vena cava superior mungkin akibat dari kehadiran massa di tengah atau anterior mediastinum (umumnya di sebelah kanan garis tengah), yang terdiri dari kelenjar getah bening paratrakeal kanan yang membesar, limfoma, thymoma, proses inflamasi, aneurisma aorta, atau Trombosis dari vena cava superior tanpa kompresi ekstrinsik.


Naskah selengkapnya disini


22 Maret 2011

PRASUGREL : PENGHAMBAT GOLONGAN THIENOPYRIDINE TERBARU


Evy Febriane, Yudi Her Oktaviono

Penggunaan antiplatelet golongan thienopyridin menjadi sesuatu yang diperlukan dalam penatalaksanaan kardiolologi masa kini dan merupakan komponen esensial pada terapi sindroma koroner akut serta telah diteliti dalam suatu penelitian terkontrol secara acak pada lebih dari 200.000 penderita dengan penyakit kardiovaskuler. Ticlopidin dan clopidogrel telah digunakan secara luas saat ini untuk penatalaksanaan dan pencegahan penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler dengan mencegah thrombogenesis untuk menghambat aktivasi platelet yang tergantung pada adenosine difosfat ( ADP ) melalui reseptor P2Y12 , yang merupakan salah satu reseptor ADP pada platelet . Clopidogrel sendiri memberikan onset aksi yang lebih cepat dan insiden efek samping seperti neutropenia dan purpura thrombositopeni thrombotik yang lebih rendah dibanding ticlopidin Golongan thienopyridin digunakan sebagai kombinasi dengan aspirin pada penderita sindroma koroner akut yang telah dilakukan pemasangan stent arteri koroner pada intervensi koroner perkutan. Regimen antiplatelet ganda yang digunakan pada pemasangan stent telah menunjukkan penurunan terhadap angka kejadian kardiovaskuler mayor (kematian kardiovaskuler , infark miokard, dan stroke) hingga 30% dibandingkan hanya dengan aspirin saja.

Naskah selengkapnya disini

Media Edukasi dan Silaturahmi Alumni & PPDS Kardiologi Unair

Non Scholae Sad Vitae

Google
WWW Blog ini