13 September 2008

koleksi cak gon jaman baheula














GANGGUAN HEMOSTASIS PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK DERAJAT 5


Yusra Pintaningrum, Djoko Santoso

Menurut the National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) tahun 2000, penyakit ginjal kronik (PGK) derajat 5 atau Chronic Kidney Disease (CKD) stage 5 merupakan penurunan fungsi ginjal kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 atau menjalani dialisis, dimana pada derajat ini sudah terjadi gagal ginjal yang harus dilakukan terapi pengganti ginjal. Data dari US Renal Data System (USRDS) tahun 1998, sebanyak 230 ribu penderita yang diterapi dengan dialisis, dan 70 ribu yang tidak menjalani dialisis, sedangkan pada tahun 2000 di Amerika, prevalensinya 0,2 % dari 300 ribu penderita yang menjalani dialisis (Levey, 2007).Banyak komplikasi yang terjadi sebagai akibat dari PGK derajat 5 diantaranya adalah komplikasi pada kardiovaskular dan pulmonal, neuromuskular, gastrointestinal, endokrin-metabolik, dermatologi, tulang, dan hematologi. Untuk yang terakhir, salah satu bentuknya adalah gangguan hemostasis (Skorecki, 2005). Sepanjang yang kami tahu, belum ada literatur yang melaporkan insiden kasus gangguan hemostasis pada PGK derajat 5. Adapun fatalitasnya cukup tinggi, apalagi pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler. Hal tersebut dikarenakan banyaknya komponen yang terlibat tidak hanya ditentukan oleh gangguan hemostasis tetapi juga kualitas kapiler. Dengan demikian perdarahan sulit diprediksikan (Hedges,2007).


Naskah lengkap disini

DOPAMIN DOSIS RENDAH PADA UNIT PERAWATAN INTENSIF


Swaminathan Karthik dan Alan Lisbon*
Diterjemahkan oleh Yusra Pintaningrum

*Seminars in Dialysis- Vol 19, No 6(November-December)2006 pp.465-47

Selama 4 dekade, dopamin dosis rendah dipertimbangkan untuk mengobati dan mencegah gagal ginjal pada unit perawatan intensif (UPI). Berbagai penyebab multifaktorial dari gagal ginjal di UPI dan adanya disfungsi organ multisistem yang bersamaan membuat perencanaan uji coba klinik untuk studi ini lebih sulit. Bagaimanapun, pada dekade terakhir, beberapa metaanalisis dan satu percobaan randomisasi besar menunjukkan kekurangan dopamin dosis rendah dalam memperbaiki fungsi ginjal. Ada beberapa alasan penyebab kurangnya efektivitas. Dopamin menyebabkan efek diuretik, sehingga sangat sedikit memperbaiki mortalitas, klirens kreatinin, maupun insiden dialisis. Bukti berkembang mengenai efek samping pada kekebalan, endokrin, dan sistem pernafasan. Hal tersebut juga potensial meningkatkan mortalitas pada sepsis. Opini dari beberapa pengarang menyatakan bahwa penggunaan dopamin dosis rendah seharusnya ditinggalkan. Beberapa obat dan modalitas terapi harus dipelajari lebih lanjut mengenai gagal ginjal di UPI.


Naskah lengkap disini

PENATALAKSANAAN SEORANG PENDERITA SINDROMA STEVENS-JOHNSON DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS PADA DIABETES MELLITUS

Yusra Pintaningrum1, Ari Baskoro2, Agung Pranoto3

1. Yusra Pintaningrum, PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, tugas di Ilmu Penyakit Dalam, FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo
2. Ari Baskoro, Divisi Alergi dan Imunologi, Ilmu Penyakit Dalam, FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo
3. Agung Pranoto, Divisi Endokrin dan Metabolik, Ilmu Penyakit Dalam, FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo

Sindroma Stevens-Johnson atau Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) merupakan reaksi mukokutaneus akut yang berat, disertai dengan gejala sistemik, yang terjadi pada pasien dengan kegagalan respon imun. Mockenhaupt mengatakan bahwa SJS dan TEN merupakan reaksi berat pada kutaneus yang tidak dikehendaki dari suatu obat (Severe Cutaneous Adverse Reactions/SCAR). Suatu studi di Jerman barat melaporkan insiden SJS dan TEN 0,93 dan 1,1 kasus perjuta populasi pertahun. SJS dan TEN dapat terjadi pada semua ras. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa wanita lebih banyak dari pria, dengan rasio pria dibanding wanita berkisar antara 0,5-0,7 (Mockenhaupt,1998; Klein, 2006).
SJS dan TEN rentan terjadi pada pasien diabetes mellitus (DM), terutama dikaitkan dengan beberapa obat yang dikonsumsi. Dalam suatu studi prospektif di Prancis pada tahun 2001, risiko erupsi obat dapat terjadi pada pasien yang mengalami imunodefisiensi. Diantara insiden tersebut, DM menempati porsi 10%, setelah infeksi HIV, hepatitis autoimun, dan penyakit jaringan ikat (Albala, 2003). Untuk itu, setiap klinisi sebaiknya memikirkan kemungkinan terjadinya SJS, khususnya pada pasien DM.


Naskah lengkap disini

Selamat!!

teman2.. alhamdulillah paskaler kita yang di interna, DIAN, melahirkan anak ketiga dengan selamat,cowok (lagi), jumat, 12 september 2008..
semoga menjadi anak saleh, berbakti kepada orang tua, sehat2, cerdas, dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsa..
amin..
selamat ya dian!

Media Edukasi dan Silaturahmi Alumni & PPDS Kardiologi Unair

Non Scholae Sad Vitae

Google
WWW Blog ini