17 Maret 2011

INSTENT RESTENOSIS


Miftahul Afandi, Yudi Her Oktaviono

Restenosis adalah respon penyembuhan arteri setelah perlukaan yang terjadi selama revaskularisasi koroner transluminal. Restenosis dapat terjadi baik setelah Percutaneous Coronary Tranluminal Angioplasty (PTCA) saja ataupun yang dilanjutkan dengan pemasangan stent baik Bare Metal Stent (BMS) maupun Drug Eluting Stent (DES). Angka kejadian ISR 6 bulan setelah PTCA dengan balon biasa 30-50%, dimana 50-75% mengalami gejala iskemia berulang, dan paling sering mengalami angina progresif. Akhir-akhir ini penggunaan stent koroner diterima secara luas untuk mengurangi kejadian restenosis. Penggunaan BMS menurunkan kejadian restenosis 20-30% dibanding PTCA tanpa stent, angka ini terus menurun hingga 3-5%.1-3 Meskipun terjadi penurunan yang signifikan tetapi terapi dan pencegahan instent restenosis (ISR) masih menjadi tantangan tersendiri. Berbagai pendekatan terapi digunakan untuk pencegahan ISR mulai dari radiasi intrakoroner hingga penggunaan berbagai stent berselaput obat. Patofisiologi ISR melibatkan peranan seluler maupun molekuler, tetapi yang terpenting adalah adanya hiperplasia smooth muscle cell (SMC) yang tak terkendali.1,4
Revaskularisasi koroner melibatkan penggunaan stent pada lebih dari 70% kasus. Di Amerika Serikat, peningkatan penggunaan stent pada lesi yang lebih kompleks sehingga ISR terjadi 10-50% kasus yang diterapi sehari-hari. Akibatnya, ISR berkembang menjadi masalah klinis yang bermakna dan tantangan di bidang kardiologi intervensi. Perkiraan sekitar 250.000 pasien mengalami ISR pada tahun 1999. 1,2,4 Pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi dan epidemiologi, patofisiologi, faktor predisposisi, presentasi klinis dan diagnosis, terapi, dan pencegahan ISR.

Naskah selengkapnya disini

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS PENYAKIT ARTERI PERIFER PADA DIABETES


Akhtar Fajar M, Ari Sutjahjo

Penyakit arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) merupakan suatu kumpulan kelainan yang ditandai oleh penyempitan atau oklusi arteri yang dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan ke ekstremitas. Pasien yang menderita PAD dapat asimtomatik namun jika penyakit ini bertambah parah, penderita umumnya mengalami morbiditas yang bermakna serta penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari oklusi arteri perifer seperti klaudikasio intermiten serta gejala critical limb ischemia (CLI) yang ditandai dengan nyeri pada ekstremitas pada saat istirahat, ulserasi iskemik ataupun gangren. Pasien diabetes yang menderita PAD memiliki resiko tinggi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Oleh karena jumlah penderita diabetes mellitus (DM) sangat banyak (120-140 juta orang) di seluruh dunia dan adanya kenyataan bahwa pasien diabetes memiliki risiko yang tinggi untuk menderita PAD maka implikasi dari masalah ini menjadi sangat besar (ADA, 2003). Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan kali ini akan menitikberatkan pada pemahaman mengenai patofisiologi penyakit ini serta menentukan modalitas pemeriksaan yang tepat dan cepat dalam upaya penegakan diagnosis sehingga diharapkan manajemen PAD pada pasien diabetes menjadi lebih baik.

Naskah selengkapnya disini

Media Edukasi dan Silaturahmi Alumni & PPDS Kardiologi Unair

Non Scholae Sad Vitae

Google
WWW Blog ini