Ni Gusti Putu Sri Andayani, Jusri Ichwani
Sistem saraf autonom merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan kondisi lingkungan dalam tubuh yang konstan (homeostasis) dengan pengaturan keseimbangan kerja dari komponen utamanya, yaitu: sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Kincaid, 2003). Sejalan dengan proses menua terdapat kecenderungan penurunan kapasitas dan fungsi baik pada tingkat seluler maupun organ. Hal tersebut menyebabkan populasi usia lanjut sulit memelihara homeostasis tubuh sehingga lebih mudah mengalami disfungsi berbagai sistem organ, termasuk gangguan sistem saraf autonom baik terkait dengan penyakit maupun proses fisiologis (Setiati, 2007a).
Gangguan sistem saraf autonom dapat berdampak luas pada berbagai organ atau proses metabolisme dan bersifat reversibel maupun progresif sehingga sering mengganggu kualitas hidup usia lanjut (Shellil, 2004; Setiati, 2007a). Manifestasi klinis gangguan sistem saraf autonom sangat bervariasi tergantung pada jumlah faktor termasuk organ yang terlibat, keseimbangan normal persarafan simpatis-parasimpatis, dan penyakit yang mendasari (Mathias, 2003). Suatu analisa epidemiologi global menyebutkan bahwa gangguan sistem saraf merupakan penyebab penting kematian (1:9) dan ketidakmampuan beraktifitas di seluruh dunia terutama di negara berkembang (Bergen, 2002).
Gangguan autonom pada usia lanjut yang sering terjadi dan perlu mendapat perhatian adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih dan saluran cerna (Martono, 2009). Prevalensi hipotensi ortostatik pada usia lanjut relatif tinggi berkisar 5-50% dan berhubungan dengan bertambahnya usia (Weiss, 2002; Weiss, 2004; Braunwald, 2008). Caird dkk melaporkan kejadian hipotensi ortostatik pada usia lanjut (> 65 tahun) yang tinggal di rumah dengan penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg, 30 mmHg, 40 mmHg, berturut-turut sebesar 24 %, 9 %, dan 5% (Victor, 2000). Gangguan pengaturan suhu juga ditemukan sering terjadi dan secara signifikan meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas pada populasi usia lanjut dibandingkan usia muda. Data insidensi maupun prevalensi hipotermia maupun hipertermia yang pasti masih sangat terbatas. Berdasarkan data statistik di Canada, didapatkan angka kematian akibat hipotermia, frostbite, dan trauma oleh suhu dingin sebesar 411 selama periode tahun 1992-1996, sedangkan di Amerika Serikat > 700 kasus kematian per tahun selama periode tahun 1979-1995 dan setengahnya berumur > 65 tahun (Biem, 2003). Hipertermia terbanyak menyerang usia lanjut dengan penyakit kronis dengan angka kematian dapat mencapai 80% (Kane, 2009). Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 1.700 orang per tahun dilaporkan meninggal di Amerika Serikat sebagai akibat heat stroke saat cuaca panas dan sekitar 80% terjadi pada usia > 50 tahun (Angelo, 2008). Impotensi dan inkontinensia meningkat sejalan dengan peningkatan usia namun kedua keadaan tersebut dapat disebabkan oleh sejumlah proses lainnya (Victor, 2000). Demikian juga, konstipasi merupakan keluhan terbanyak dari saluran cerna pada usia lanjut, namun batasannya tidak tegas dan memiliki patogenesis bervariasi, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih (Kris Pranarka, 2009).
Mengingat tingginya resiko dan luasnya dampak yang ditimbulkan, maka diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai gangguan sistem saraf autonom pada usia lanjut sehingga dapat memberikan perbaikan kualitas hidup, penurunan morbiditas dan mortalitas. Pada makalah ini akan dibahas mengenai gangguan sistem saraf autonom secara umum dan beberapa manifestasi klinis yang sering terjadi pada usia lanjut, seperti : hipotensi ortostatik dan gangguan pengaturan suhu (hipotermia dan hipertermia).
Naskah selengkapnya disini