21 Desember 2009

ASPIRASI TROMBUS SEBAGAI INTERVENSI MEKANIK TAMBAHAN PADA PENATALAKSANAAN PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST

Fadillah Maricar, Jeffrey Daniel Adipranoto

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di negara-negara maju, memegang peranan pada hampir 1 juta kematian di Amerika Serikat per tahun. Sekitar 50% dari kasus kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Dengan makin berkembangnya kondisi ekonomi di negara berkembang, disertai dengan menurunnya angka penyakit infeksi dan perubahan gaya hidup yang menunjang terjadinya proses atherosklerosis menyebabkan meningkatnya angka kejadian penyakit jantung koroner. Di Indonesia, berdasarkan laporan Ditjen Yanmed Depkes RI tahun 2005, penyakit sistem sirkulasi termasuk didalamnya penyakit kardiovaskular dan stroke menjadi penyebab kematian utama. Dan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada usia produktif 35-44 tahun. Berdasarkan SKRT tahun 2004 bahwa angka kesakitan koroner adalah 3% dari jumlah penduduk Indonesia.1,2
Sindroma koroner akut merupakan kegawatan pada penyakit jantung koroner yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) maupun tanpa elevasi 
segmen ST (NSTEMI) dan Unstable angina (UA). Walaupun pada era trombolitik serta terapi reperfusi lainnya saat ini yang memerlukan tindakan yang cepat pada kasus STEMI sehingga menarik banyak perhatian khusus, UA / NSTEMI merupakan kasus yang lebih banyak ditemukan dibandingkan STEMI. Di amerika Serikat, didapatkan sekitar 1,3 juta penderita per tahun yang dirawat dengan UA/NSTEMI dibandingkan 350.000 penderita dengan STEMI.1
Penatalaksanaan UA/NSTEMI ditujukan untuk menstabilkan lesi koroner yang akut, mengobati residual iskemia dan prevensi sekunder jangka panjang. Tujuan ini dapat dicapai dengan terapi farmakologik maupun intervensi untuk revaskularisasi. Walaupun dengan tercapainya perbaikan aliran koroner epikardial yang normal dengan tindakan revaskularisasi, kadang-kadang masih ditemukan perfusi miokard yang inadekuat. Hal ini disebabkan karena mikroemboli pada distal vaskular yang menyebabkan gangguan mikro-sirkulasi yang berakhir dengan fenomena slow-reflow atau no-reflow. Tindakan untuk mengurangi risiko ini, diupayakan dengan pemberian antitrombotik secara agresif maupun evakuasi trombus secara mekanik. Aspirasi trombus secara manual cukup sering menjadi pilihan karena prosedurnya yang mudah, murah dan angka keberhasilan tindakannya cukup baik.

Naskah lengkap disini 

14 Desember 2009

MANAGEMENT OF SEVERE LEFT MAIN CORONARY ARTERY STENOSIS WITH BYPASS GRAFT FAILURE

Joeristanti Soelistyaningroem, Iswanto Pratanu

Stenosis yang signifikan pada Left Main Coronary Artery (LMCA) pertama kali dideskripsikan oleh Herrick (1912) , prevalensinya sekitar 2,5% - 10% pada penderita penyakit arteri koroner, dan sekitar 4%-6% ditemukan pada penderita yang sedang dilakukan angiografi koroner. Kondisi ini merupakan resiko tinggi , dengan angka mortalitas 5 tahun sebesar 42% jika hanya diberikan pengobatan medikamentosa. Angka morbiditas dan mortalitas ini tergantung dari beberapa faktor, termasuk beratnya stenosis LMCA, serta kondisi dari arteri koroner lainnya, yaitu Right Coronary Artery (RCA), left dominance, dan fungsi ventrikel kiri (LV) 1,2
Guideline terbaru merekomendasikan Coronary artery Bypass Grafting (CABG) sebagai terapi standar pada penderita stenosis LMCA. Karena selain mempunyai angka harapan hidup yang lebih bagus, beberapa penderita stenosis LMCA juga mempunyai multi-vessel coronary artery disease dimana revaskularisasi koroner dengan CABG mempunyai beberapa keuntungan.2,3,4
Meskipun teknik CABG yang semakin berkembang, iskemia miokard paska operasi masih merupakan problem yang penting, terjadi pada 3%-5% penderita post CABG. Oklusi graft atau trombosis merupakan penyebab tersering terjadinya iskemia ini, dan mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. Dilaporkan rata-rata angka mortalitas graft failure sekitar 14,5%- 21,7 %. Dimana arteri radialis graft mempunyai resiko tinggi terjadinya oklusi maupun severe flow limiting disease. Pemeriksaan angiografi koroner berguna untuk menegakkan diagnosa, mengetahui penyebab dari graft failure, serta menentukan tindakan selanjutnya. Penderita dengan graft failure akibat proses patologis dapat dilakukan PCI pada native coronary artery dengan aman

Naskah lengkap disini

PERANAN LATIHAN FISIK PADA REHABILITASI GAGAL JANTUNG KRONIK

Joeristanti Soelistyaningroem, Jatno Karyono

Gagal jantung tetap menjadi masalah utama kesehatan pada masa ini. Adalah sindroma klinik kompleks akibat kelainan struktur dan fungsi jantung, dan merupakan perjalanan penyakit jantung yang terakhir dimana terbanyak oleh karena penyakit jantung iskemik dan hipertensi. Insidensnya meningkat di seluruh dunia, di Amerika Serikat terdapat 5.000.000 penderita gagal jantung, dan 15.000.000 penderita di seluruh dunia, serta diperkirakan 2% dari total populasi di negara berkembang adalah penderita gagal jantung. Insidensnya semakin tinggi dengan meningkatnya usia, pada usia kurang dari 65 tahun didapatkan perbandingan laki-laki : wanita sekitar 1 : 0,4. 1,2,3
 Selain masalah insidensi, hospitalisasi, mortalitas, dan biaya sosioekonomi, perihal kualitas hidup dan kesehatan psikologis penderita gagal jantung juga penting. Belum ada obat untuk menyembuhkan gagal jantung, tatalaksana pada gagal jantung utamanya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan meningkatkakan kualitas hidup dalam arti perbaikan gejala. Kualitas hidup penderita berkaitan dengan derajat kapasitas fungsionalnya, dimana keterbatasan kapasitas fungsional merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, dan derajatnya bervariasi tergantung pada beratnya penyakit. Derajat kapasitas fungsional terbukti turut mempengaruhi laju kelangsungan hidup dan kualitas hidup penderita.2,4,5
Biasanya penderita gagal jantung mengeluh adanya keterbatasan dalam aktifitas fisik, tetapi terkadang saran dokter kurang sesuai untuk penderita ini, dimana penderita tidak diperbolehan melakukan aktifitas sehingga terjadi hal sebaliknya, terjadi peningkatan gejala gagal jantung. Pendekatan konseling terhadap penderita gagal jantung semakin berubah dewasa ini, beberapa ahli merekomendasikan penderita diperbolehkan melakukan aktifitas fisik sehari-hari. Data tersebut ditunjang dengan beberapa penelitian yang melaporkan bahwa latihan fisik pada penderita gagal jantung dapat memperbaiki gejala, toleransi latihan, kualitas hidup, dan mempunyai angka keberhasilan outcome klinik

Naskah lengkap disini

EKHOKARDIOGRAFI PADA KARDIOMIOPATI DILATASI:Applications, Utility and New Horizons

Joeristanti Soelistyaningroem, Achmad Lefi

Kardiomiopati dilatasi atau Dilated Cardiomyopathy (DCM) merupakan kasus kardiomiopati yang terbanyak dibanding tipe kardomiopati lainnya, dengan karakteristik meningkatnya massa dan volume dari miokard, sehingga dinding miokard ini menjadi tipis dan tegang yang mengakibatkan terganggunya fungsi dari ventrikel kiri (LV). Kardiomiopati ini merupakan tahap evolusi terakhir dari beberapa penyakit jantung, dan merupakan sindroma klinis yang tersering dari gagal jantung. Kondisi ini merupakan problem klinis yang penting karena mempunyai angka morbiditas, mortalitas, serta rehospitalisasi yang tinggi. 1,2,3
Di Amerika Serikat didapatkan 2 juta kasus gagal jantung kongestif dengan menurunnya ejection fraction dari ventrikel kiri, dengan presentasi klinis DCM. Dilaporkan insidens penyakit ini sekitar 5-8 kasus/100.000 populasi/tahun, dan kecenderungannya akan semakin bertambah, bisa terjadi pada semua usia, tetapi yang tersering terjadi pada laki-laki usia 20-50 tahun. Angka mortalitasnya sekitar 50% dalam 5 tahun, dan 19% diantaranya mengalami hospitalisasi dalam 1 tahun sejak didiagnosa sebagai kardomiopati dilatasi.1,2,3
Penyebab terjadinya kardiomiopati dilatasi sangat beragam, di Amerika serikat, penyebab tersering adalah sekunder akibat penyakit jantung koroner, hipertensi dan penyakit jantung katup. Sedangkan faktor keturunan (familial) diidentifikasi sekitar 25-35%. Penyebab yang lain adalah alcohol-induced cardiomyopathy, peripartum cardiomyopathy, hemokromatosis, anemia kronis, non-compaction cardiomyopathy, adriamycin toxicity, sarkoidosis and miokarditis akibat virus. Jika kelainan patologi ini tidak teridentifikasi, maka disebut sebadai idiopathic dilated cardiomyopathy (iDCM)

Naskah lengkap disini

COMPREHENSIVE HEMODYNAMIC SUPPORT:A Bridge to Primary Angioplasty In Acute Myocardial Infarction with Cardiogenic Shock

Joeristanti Soelistyaningroem, Jeffrey Daniel Adipranoto

Syok kardiogenik adalah kondisi dimana terjadi perfusi jaringan yang tidak adekuat akibat adanya disfungsi miokard, terbanyak disebabkan oleh infark miokard akut (IMA). Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada penderita IMA, insiden ini tetap konstan selama 25 tahun. Pada beberapa penelitian, insidens penderita dengan IMA disertai syok kardiogenik mencapai 8,6%, sedangkan angka mortalitas penderita ini berkisar 50-80%.1,2,3,4,5
Syok kardiogenik terbanyak disebabkan oleh infark miokard anterior (55 %), kemudian inferior (46 %), posterior (21 %) dan infark multiple (50%) . Pada penderita dengan infark inferior, sekitar 30-50% terjadi infark ventrikel kanan, dan mempunyai presentasi klinik yang signifikan pada 10% penderita. Penderita dengan infark RV ini mempunyai resiko tinggi untuk terjadi syok kardiogenik, total AV blok, ruptur free wall dari ventrikel kanan, tamponade jantung, emboli paru, takikardia atrial dan supraventrikular serta atrial fibrilasi. Angka kematian infark inferior yang disertai dengan infark RV sebesar 25-30%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan infark inferior tanpa disertai RV, sekitar 6%.1,4,6,8,9,10 Ada perbedaan syok kardiogenik akibat infark RV maupun LV, perbedaan ini terlihat dari patofisiologi, natural history dan manajemennya.

Naskah lengkap disini

AORTIC VALVE REPAIR: Intervensi bedah pada penderita Aorta Stenosis Valvular

Joeristanti Soelistyaningroem, Alit Utamayasa, Mahrus A Rahman, Teddy Ontoseno

Aorta Stenosis (AS) pada anak-anak merupakan kelainan kongenital di daerah left ventricular outflow tract (LVOT) akibat adanya abnormalitas di atas katup aorta (supra valvular), setinggi katup aorta (aortic valve), dan setelah katup aorta (sub valvular). Kelainan ini dapat menyebabkan obstruksi aliran darah dari left ventricle (LV) menuju sirkulasi sistemik, baik itu dari derajat ringan sampai berat .1,2,3,4
 Insidens AS kongenital terdapat sekitar lebih dari 10% dari seluruh penyakit jantung kongenital, dimana terbanyak adalah valvular stenosis (71%), kemudian subvalvular stenosis (23%), dan supravalvular stenosis (6%).4 Dilaporkan kejadian AS valvular berkisar antara 0,04-0,38 / 1000 kelahiran hidup. Presentasi ini terbanyak pada anak laki-laki, dengan perbandingan laki-laki : perempuan sekitar 4:1.1,2,3 Penyebab tersering AS valvular adalah bikuspid, meskipun pada beberapa penderita diantaranya yang mempunyai trikuspid. Dengan bertambahnya usia kelainan ini menyebabkan kondisi pressure overload pada LV, sehingga mengakibatkan hipertrofi LV dan akan menyebabkan gagal jantung. 1,2,3,4
Angka kematian tertinggi pada penderita dengan derajat stenosis berat maupun kritikal, biasanya pada usia satu tahun pertama, terutama pada periode neonatal. Angka kematian ini lebih tinggi jika didapatkan kelainan kongenital yang bersamaan (sekitar 20% penderita), misalnya patent ductus arteriosus (PDA), coarctation of the aorta, ventricular septal defect, abnormalitas katup mitral, dan left ventricular hypoplasia. 1,2,4 Pada penderita AS yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kematian mendadak, insidens ini terjadi sekitar 1% dari semua penyebab kematian mendadak pada penderita anak-anak dan dewasa muda

Naskah lengkap disini

ATRIAL FLUTTER: Mechanisms, Clinical Features and Current Management

Joeristanti Soelistyaningroem, Budi Baktijasa

Atrial flutter (AFL) adalah takiaritmia atrial yang sering terjadi, kedua terbanyak setelah atrial fibrilasi. Meskipun aritmia ini diketahui sejak tahun 1911 oleh Jolly dan Ritchie, mekanismenya sangat sedikit diketahui, dan diagnosis serta manajemen atrial flutter telah berubah sedikit demi sedikit selama beberapa tahun. Atrial flutter terjadi pada sekitar 88 kasus pada 100.000 penderita baru setiap tahunnya, di Amerika Serikat didapatkan 200.000 penderita dengan atrial flutter setiap tahun. Pada beberapa review ECG secara serial di rumahsakit, dilaporkan insidens atrial flutter 1 diantara 238 penderita dan kecenderungan meningkat menjadi 1 diantara 81 penderita, tersering pada laki-laki dengan perbandingan laki-laki : wanita sebanyak 4,7:1. 1,2
Awalnya mekanisme atrial flutter diduga berupa single focus firing rapidly atau beberapa bentuk reentry. Kemudian dengan berkembangnya teknik endocardial mapping dapat memperjelas mekanisme elektrofisiologi aritmia ini . Puech dkk (1970) melaporkan siklus atrial flutter merupakan aktivasi menyeluruh dalam atrium kanan. Hal ini ditunjang oleh penelitian Waldo dkk (1977) yang melaporkan adanya mekanisme reentry pada area atrium yang besar. Atrial flutter didiagnosis melalui elektrokardiogram (EKG), Lewis (1913) melaporkan gambaran klasik EKG adanya sawtooth pattern dengan defleksi negatif gelombang atrial (gelombang P) yang terlihat pada lead II dan III, dengan kecepatan atrial 240-400 x/m.3,4,5,6,7
Pada umumnya atrial flutter adalah paroksismal, dan sangat bervariasi dalam durasinya, bisa dalam hitungan jam sampai hari. Jarang terjadi atrial flutter yang persisten (stabil dan kronis), karena biasanya berubah menjadi irama sinus atau atrial fibrillasi baik secara spontan maupun dengan medikamentosa. Aritmia ini dapat terjadi pada kondisi struktur atrium yang normal maupun abnormal. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan atrial flutter adalah penyakit jantung katup mitral maupun trikuspid, thyrotoxicosis, paska repair penyakit jantung congenital, serta cronic obstructive pulmonary disease (COPD). Atrial flutter sering berhubungan dengan atrial fibrillasi, dapat terjadi secara bersama pada satu penderita, dan iramanya bisa berubah-ubah antara flutter dan fibrillasi. 

Naskah lengkap disini

GAMBARAN EKHOKARDIOGRAFI PADA HIPERTENSI SISTEMIK

Fadillah Maricar, Budi Susetyo Juwono

Hipertensi sistemik ( hipertensi ) merupakan salah satu penyakit terbanyak yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas di dunia.5,15
Menurut National Ambulatory Care Survey pada tahun 1997 didapatkan sekitar lebih dari 100 juta orang di United State yang menderita hipertensi. Dan diperkirakan akan menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia yang penting pada tahun 2020.5,15
Hipertensi mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas angka kejadian kardiovaskuler. Data penelitian menunjukkan bahwa angka kematian penderita dengan hipertensi cukup tinggi, terkait dengan penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal sebagai komplikasinya.5,10,15  
Walaupun prevalensinya yang cukup tinggi dan ancaman bahaya komplikasinya, terapi hipertensi sebagian besar masih cenderung inadekuat. Hal ini disebabkan oleh perjalanan klinis penyakit yang umumnya asimtomatik pada 15 sampai 20 tahun pertama. Data dari Framingham Study menunjukkan bahwa mortalitas akibat kejadian kardiovaskular meningkat tajam dengan adanya hipertrofi pada jantung akibat hipertensi. Dan hal ini terlihat dalam jumlah yang kecil dengan menggunakan elektokardiografi maupun foto thorax. Ekokardiografi dalam hal ini memegang peranan penting, karena dapat menilai anatomi dan fungsi jantung sehingga mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi dalam mendiagnosis hipertrofi jantung


Naskah lengkap disini

11 Desember 2009

Speckle Tracking Echocardiography

Emile Parapat, Budi Susetyo Pikir

Penilaian fungsi jantung secara non invasif sangat penting dalam bidang kardiologi klinis dan sampai sekarang echokardiografi masih merupakan modalitas pilihan pertama untuk menilai fungsi jantung. Penilaian fungsi jantung dengan teknik echokardiografi konvensional dapat dikatakan cukup subyektif. Fungsi global ventrikel kiri diestimasi dari volume ventrikel pada akhir fase diastolik dan sistolik dan dihitung menggunakan rumus yang menyedernakan bentuk ruang ventrikel. Penebalan dan gerakan segmen dinding jantung juga diestimasi secara visual. Cara ini hanya memungkinkan penilaian kontraksi radial miokard padahal kontraktilitas jantung terdiri dari penebalan (circumferential), pemendekan (longitudinal) dan perputaran (torsion / twisting). Jelas pendekatan kualitatif ini memiliki kelemahan seperti ketergantungan pada kejelian visual pemeriksa, variabilitas intraobserver dan interoberver yang besar, dan ketidakmampuan mendeteksi kelainan pada daerah yang kecil.1,2 
Speckle tracking echocardiography (STE) adalah metode non invasif terbaru untuk secara kuantitatif menilai fungsi global dan regional dari vantrikel kiri. STE memungkinkan penilaian deformasi miokard yang angle independent. Sebelum penemuan STE, satu-satunya cara penilaian kontraktilitas jantung yang tidak dipengaruhi sudut pengambilan gambar adalah tagged cardiac magnetic resonance (cMR). Keterbatasan modalitas ini adalah frame rate gambar yang rendah, biayanya mahal serta analisa datanya kompleks dan memakan waktu. Sebab itu, STE mulai dipromosikan sebagai alternatif dan metode ini telah divalidasi oleh teknik sonomicrometry, tagged cMR and colour-coded tissue Doppler echocardiography. Beberapa penelitian telah menunjukkan akurasi dan konsistensi metode ini

Naskah lengkap disini

10 Desember 2009

Resistensi Aspirin dan Clopidogrel

Achmad Yusri, Yudi Her Oktaviono

Aspirin dan clopidogrel telah lama dipakai sebagai tatalaksana penderita sindrom koroner akut (SKA ), stroke infark dan pasien-pasien yang menjalani PTCA. Obat-obat yang bekerja menekan agregasi platelet terbukti memberi manfaat dalam menurunkan kejadian kardiovaskuler baru maupun ulangan, angka morbiditas dan mortalitas. Beberapa studi bahkan menunjukkan manfaat yang lebih besar apabila kedua terapi ini diberikan secara bersamaan terutama pada penderita dengan sindrom koroner akut dan yang menjalani ’percutaneous coronary intervention’ ( PCI ).
Meskipun aspirin dan clopidogrel memiliki manfaat dalam menurunkan kejadian kardiovaskuler namun kejadian kardiovaskuler masih sering terjadi pada penderita yang menerima dua terapi di atas. Hal ini disebabkan karena proses agregasi dari trombosit melibatkan banyak jalur, selain jalur thromboxan A2 dan ADP yang dihambat oleh aspirin dan clopidogrel, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektifitas ke dua obat tersebut. Kegagalan dari aspirin maupun clopidogrel dalam mencegah kejadian kardiovaskular inilah yang didefinisikan sebagai resistensi aspirin dan clopidogrel.
Tingginya kejadian akut dan sub akut stent thrombosis, serta SKA paska pemberian dual antiplatelet ( aspirin-clopidogrel ) telah menjadikan isu tentang resistensi aspirin dan clopidogrel menjadi suatu tantangan global bagi para klinisi dalam menciptakan strategi yang ideal dalam tata laksana PJK
Naskah lengkap disini

PENGGUNAAN NSAID DAN RISIKO KARDIOVASKULAR

Erika Arys Sandra, Bambang Herwanto

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) merupakan kelompok obat yang heterogen, ditandai oleh berbagai derajat antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. NSAID meliputi NSAID non-selektif (nsNSAID) / NSAID tradisional (tNSAID) dan yang terbaru adalah penghambat selektif terhadap COX-2 (coxib), yang muncul untuk mengurangi efek samping gastrointestinal yang biasa ditimbulkan oleh penggunaan nsNSAID. Keduanya mempunyai kesamaan dalam hal efek terapi, yaitu sama-sama menghambat biosintesis prostaglandin (Howard 2004, Fries 2005).
NSAID banyak digunakan untuk mengatasi keluhan nyeri akut, inflamasi kronik dan penyakit persendian degeneratif seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. NSAID merupakan obat yang paling banyak diresepkan secara luas di seluruh dunia dengan perkiraan 100 juta peresepan pada 1986. Selain itu, penggunaan obat tersebut tanpa menggunakan resep juga sering dijumpai. Penggunaan penghambat selektif terhadap COX-2 atau “coxib” meningkat secara dramatis sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999 (Howard 2004, Patrignani 2008).

Naskah lengkap disini

CIRRHOTIC CARDIOMYOPATHY

Endah Tatyana Rachmawati, Esti Hindariati

Sirosis hati (SH) adalah suatu kondisi hati dengan gambaran patologi terdiri dari fibrosis yang menyebabkan perubahan arsitektur hati oleh formasi nodul-nodul regeneratif. Pemicu fibrosis dapat ditimbulkan oleh aktivasi sel-sel stellate hati, yang mengakibatkan peningkatan penumpukan kolagen dan komponen matriks ekstra sel. Hasil akhir dari perubahan ini adalah penurunan massa sel hati, fungsi hati, dan perubahan vaskuler hati. Penyebab sirosis diantaranya adalah alkoholisme, virus hepatitis B, C, hepatitis autoimun, sitomegalovirus, dll (Bacon, 2008).

Sirosis hati berhubungan dengan abnormalitas kardiovaskuler, pertama kali digambarkan oleh Kowalski dan Abelmann pada tahun 1953, yaitu adanya cardiac output basal yang meningkat, serta penurunan resistensi pembuluh darah sistemik. Penelitian selanjutnya menunjukkan adanya sirkulasi hiperdinamik yang ditandai oleh vasodilatasi perifer dan peningkatan cardiac output (Al Hamoudi, 2006). Perubahan vaskuler, tidak terbatas pada hati, namun juga terjadi pada limpa, jantung, paru, ginjal, otak, dll. Disamping hepatorenal syndrome, saat ini juga dikenal istilah klinis baru, yakni cirrhotic cardiomyopathy dan hepatopulmonary syndrome (Moller, 2006; Bosch, 2007).

Naskah lengkap disini


The Stent : From Where to Where?

M. Yusuf Suseno, Yudi Her Oktaviono

Percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA) diperkenalkan oleh Andreas Gruentzig(1939-1985) di Zurich, Swiss, tahun 1977. Keduanya, sang dokter dan pasien pertamanya, sama-sama berusia 38 tahun.2
Prosedur tersebut semula dibatasi pada pasien dengan penyakit jantung koroner(PJK) simptomatis sebagai alternatif coronary artery bypass grafting (CABG).3 Tetapi penurunan tingkat stenosis dan perbaikan gejala klinis yang terjadi meningkatkan penggunaan metode ini, terutama pada dekade berikutnya.4 Namun, PTCA dikritik karena prosedur ini memiliki banyak keterbatasan.5
Pertama, penutupan pembuluh darah yang mendadak(abrupt vessel closure). Abrupt vessel closure terjadi karena diseksi saat angioplasty, juga pembentukan trombus pada 6.8 hingga 8.3 persen kasus.6,7,8 Komplikasi ini bisa muncul dalam beberapa menit setelah dilatasi balon, tetapi dapat pula terjadi beberapa jam kemudian.9
Masalah kedua adalah restenosis. Pada era 1980-an, restenosis terjadi pada 30–60% pasien dan menimbulkan gejala terutama pada 1–4 bulan paska prosedur.10 Restenosis bertanggung jawab pada tingginya tingkat hospitalisasi dan reintervensi.5 Pengalaman yang bertambah pada teknologi PTCA mempeluas seleksi pasien dan menurunkan tingkat restenosis. Tetapi terobosan terbesar pada dunia intervensi koroner adalah penemuan stent koroner. 10

Naskah lengkap disini

PENGARUH KEMOTERAPI TERHADAP KARDIOVASKULER

Edy Kurniawan, Budi Bakti

Kanker adalah proliferasi abnormal dari sel yang tidak terkendali dan kecenderungan menyebar keseluruh tubuh. Perkembangan penanganan kanker pada akhir ini mengalami kemajuan yang pesat demikian juga terjadi penurunan angka kesakitan dan kematian dari beberapa jenis kanker. Penanganan yang menyeluruh meliputi deteksi dini, kontrol yang teratur serta ketersediaan obat merupakan faktor yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian penderita kanker.
Penanganan kanker meliputi pembedahan, terapi medik, radioterapi, imunoterapi, maupun terapi kombinasi, akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita dan meningkatkan usia harapan hidup penderita jauh lebih baik.(Lefor AT, 1999, Edward T.H. Yeh, MD; Ann T. Tong, MD; Daniel J. Lenihan, MD et.al 2004)
Terapi medik atau kemoterapi adalah penggunaan bahan kimia atau obat-obatan yang bisa menghambat atau membunuh sel kanker. Kemoterapi bisa diberikan secara intravena atau oral.(ACS, 2005)
Semua obat mempunyai efek samping yang tidak diharapkan demikian juga kemoterapi yang dapat menyebabkan gangguan pada semua organ. Efek samping obat bisa timbul pada fase dini ataupun lambat dan bisa mengenai semua organ sasaran meskipun pemberiannya sesuai dengan dosis terapi sehingga monitoring efek samping obat (MESO) senantiasa harus dilakukan.(Soebandiri,1997).

Naskah lengkap disini

25 November 2009

PENDERITA DENGAN KEGAGALAN PACU JANTUNG : Elevasi nilai ambang akibat fibrosis pada endokard


Yusra Pintaningrum, Iswanto Pratanu


Alat pacu jantung akhir-akhir ini berkembang dengan pesat. Kemajuan teknik dan teknologi mikroprosesor menghasilkan teknologi pemacuan yang canggih. Walaupun demikian, pacu jantung dapat mengalami malfungsi yang menimbulkan bahaya. Namun, kejadian malfungsi pemacuan tergolong jarang.

Kasus ini melaporkan seorang wanita 77 tahun yang memakai alat pacu jantung selama 8 tahun. Penderita ini sering mengalami kegagalan pacu jantung yang disebabkan oleh fibrosis pada endokard sehingga terjadin elevasi nilai ambang secara kronik. Peningkatan nilai ambang yang terjadi selama beberapa bulan pertama setelah implantasi sering terjadi. Hal ini terjadi selama proses maturasi antara elektroda dan miokardium. Untuk mengatasi hal tersebut, telah dipakai secara luas beberapa elektroda yang ujungnya diberi lapisan steroid, disamping penderita juga mendapat metilprednisolon peroral ,dimana tujuan dari pemberian steroid ini untuk meminimalkan respon inflamasi.


Naskah lengkap dapat dibaca disini

14 November 2009

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA PENDERITA HEMODIALISIS

R.Mohammad Budiarto, Pranawa

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang memperburuk dari penyakit ginjal kronik (PGK) karena hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan PGK menjadi end stage renal disesase (ESRD) yang akhirnya harus menjalani hemodialisis (HD). Batasan PGK itu sendiri menurut The National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome and Quality Initiative (NKF/KDOQI) adalah suatu kerusakan struktural atau fungsi ginjal minimal > 3 bulan dengan atau tanpa penuruanan glomelural filtration rate (GFR), adanya gangguan dari GFR <60> 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan dari ginjal. Kemudian PGK ini dibagi menjadi 5 stadium. Pada stadium 1 – 4 ini, penatalaksanaan PGK dengan hipertensi ditujukan untuk menghambat progresifitas kerusakan faal ginjal, sedang pada stadium 5 dan ESRD yang akan menjalani HD ditujukan menurunkan angka kematian akibat kelainan kardiovaskuler.(Sinvely,2004; NKF/DOQI,2002)
Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination (NHAES), di Amerika hipertensi merupakan penyebab kedua terbanyak atau 29,9 % dari penderita hemodialisis, Di Surabaya pada tahun 1995 diperkirakan 22% dari HD disebabkan oleh hipertensi. Penelitian tahun 1998 pada 80 penderita yang menjalani hemodialisis kronik di Instalasi Hemodialisis RSUD Dr Soetomo Surabaya mendapatkan hipertensi pada 60% penderita, dimana hanya 35,42% dari jumlah tersebut yang tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan obat antihipertensi. Sedangkan dari data US Data Renal System (USRDS) 26 % pasien ESRD tiap tahunnya dan menjalani HD. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang tepat pada pasien dengan hipertensi yang mengalami gangguan ginjal karena penatalaksanaan pasien hipertensi dengan PGK dan pasien hipertensi dengan HD berbeda. (NKF/DOQI,2002; Willcox,2002)
Untuk mencapai tujuan dalam menekan angka mortalitas dan morbiditas pada pasien HD maka target tekanan darah haruslah tercapai. Adanya kesepakatan target tekanan darah yang harus dicapai dengan pengobatan baik secara farmakologi maupun non farmakologis menyebabkan penatalaksanaan penderita HD bisa lebih baik sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas kadiovaskuler.

Naskah lengkap disini

INSULIN-LIKE GROWTH FACTOR 1 DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Riana Handayani, Djoko Soemantri

Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) disintesa hampir semua jaringan dan merupakan mediator pertumbuhan, diferensiasi dan tranformasi sel. Bicara mengenai IGF-1 tidak terlepas dengan Growth Hormon (GH), karena GH akan merangsang sintesis IGF-1. Reseptor GH diekspresikan lebih aktif di jantung dibandingkan dengan organ lain, dan perubahan sekresi GH akan menyebabkan perubahan secara pararel ekspresi IGF-1 pada jantung. Efek pertumbuhan pada GH dimediasi oleh IGF-1. Jadi IGF-1 merupakan faktor pertumbuhan jantung.1,2 
Pada studi terdahulu, dikatakan bahwa IGF-1 merupakan mediator proses aterosklerosis dan lesi vaskular, tetapi studi 4 tahun terakhir mengindikasikan bahwa IGF-1 serum rendah merupakan marker terjadinya aterosklerosis. Pasien defisiensi GH diketahui mengalami resistensi insulin, intoleransi glukosa, hipertensi, dislipidemia dan abnormalitas koagulasi, yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Pasien akromegali diketahui mengalami intimal-medial thickness (IMT) karotis lebih rendah dibandingkan dengan nonakromegali yang berhubungan dengan peningkatan kadar IGF-1.3,4
Interaksi IGF-1 dengan endotel akan memproduksi nitric oxide (NO) yang dapat mencegah disfungsi endotel dengan efek antiapoptosis dan antiinflamatori. IGF-1 juga menginduksi vasodilatasi dan mempertahankan aliran pembuluh darah koroner. IGF-1 dapat mengurangi kematian sel setelah infark miokard akut. IGF-1 dapat meningkatkan fungsi jantung pada pasien dengan gagal jantung. Karena efek biologi yang luas dan efek potensial terapi yang luas, IGF menjadi fokus penelitian oleh banyak peneliti. Selain potensial terapi yang luas, rendahnya kadar IGF-1 merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Sehingga dapat dikatakan bahwa rendahnya kadar IGF-1 merupakan faktor resiko independent penyakit kardiovaskular.

Naskah lengkap disini

11 November 2009

Pendekatan Stewart: Revolusi pada Analisa Keseimbangan Sistim Asam Basa Tubuh

Emile Parapat, Yudi Her Oktaviono


Konsentrasi hidrogen didalam plasma dan cairan tubuh manusia dijaga dengan ketat dalam rentang yang sangat sempit. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sangat berpengaruh pada fungsi sel. Reaksi enzim dan berbagai proses intrasel lainnya sangat dipengaruhi oleh konsentrasi hidrogen lokal. Pemahaman yang benar mengenai mekanisme perubahan konsentrasi hidrogen jelas penting sekali untuk diagnosa dan terapi yang tepat.
Pendekatan tradisional pada analisa kelainan asam basa didasarkan pada karya Henderson dan Hasselbalch dan sampai sekarang masih luas digunakan. Metode ini relatif mudah dimengerti dan diterapkan dalam berbagai situasi klinis. Namun penggunaan HCO3– dan PaCO2 untuk mendiskripsikan berbagai kelainan asam basa membuat seolah-oleh kedua variabel ini adalah faktor independen yang menentukan nilai pH. Implikasinya adalah bahwa keseimbangan disosiasi asam karbonat dipandang sebagai patokan yang menentukan nilai pH dan keseimbangan dari buffer tubuh lainnya.
Stewart mengajukan pendekatan berbeda pada awal tahun 1980an. Ia menggunakan prinsip-prinsip dasar fisikokimia untuk menetapkan faktor-faktor yangi menentukan konsentrasi H+ dalam cairan biologis. Dengan pendekatan sistimatis Stewart menyusun persamaan matematis untuk menghitung konsentrasi hydrogen dan menentukan tiga variabel independen yang merupakan faktor-faktor penentu nilai pH serta menjelaskan bagaimana faktor-faktor lain termasuk [HCO3–] sebenarnya bergantung pada tiga faktor indenpenden tadi.


Naskah dapat dibaca disini

GAMBARAN EKOKARDIOGRAFI PADA PENYAKIT JANTUNG KARENA RADIASI

Riana Handayani, Budi Susetyo Juwono

Terapi radiasi merupakan salah satu pilihan terapi kanker disamping kemoterapi dan pembedahan. Ketika lapangan radiasi mencakup jantung, dapat terjadi efek yang tidak menguntungkan pada organ ini. Pendapat ini tidak dipercaya, sampai tahun 1960-an orang tetap berpendapat bahwa jantung adalah organ yang radioresisten. Tahun 1980-an issu tentang eksposure radiasi menyebabkan penyakit jantung koroner masih kontroversial. Baru pada tahun 1990-an jelas bahwa resiko kardiovaskular karena radiasi mediastinal mengurangi angka survival penderita kanker.1,2
Efek radiasi pada jantung dapat bermanifestasi pada perikard, miokard, katup-katup, arteri koroner dan sistem konduksi jantung. Ekokardiografi adalah salah satu alat penyaring noninvasif pada pasien-pasien kanker yang mendapat terapi radiasi disamping pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi. Alat ini penting untuk mengevaluasi fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, perikard, kerusakan miokard dan katub jantung. Ekokardiografi doppler juga dapat digunakan untuk menilai status hemodinamik pada pasien yang mendapat terapi radiasi. Pemeriksaan ekokardiografi seharusnya dilakukan secara rutin pada awal terapi radiasi dilakukan dan untuk reevaluasi

Naskah lengkap disini

10 November 2009

Penggunaan Drug Eluting Balloon (DEB) pada seorang penderita dengan Instent Restenosis pada stent Bare Metal Stent (BMS) di cabang LAD

Donny Hendrasto,Yudi Her Oktaviono

Instent restenosis (ISR) merupakan suatu keadaan yang dapat terjadi pada penderita dengan tindakan setelah Percutaneus Coronary Transluminal Angioplasty (PTCA) khususnya dalam pemasangan Bare Metal Stent (BMS), yaitu disebabkan oleh hyperplasia dari lapisan neo intimal sehingga menyebabkan penyempitan pada lumen yang telah terpasang stent tersebut.2,11,12
Insidens dari Instent restenosis(ISR) setelah PTCA berkisar 5% hingga 35% pada pemasangan BMS, maka dengan demikian perlu adanya upaya untuk mengatasi kondisi tersebut yang diantaranya sekarang sedang berkembang adalah penggunaan Drug Eluting Balloon(DEB) atau Drug Coated Balloon.2,11
Adapun dasar pemikiran bahwa konsentrasi efektif suatu bahan antiproliferatif dalam jangka pendek dapat menghambat proliferasi neointimal sehingga mencegah timbulnya in-stent restenosis,maka walaupun dalam era Drug Eluting Stent (DES)seperti sekarang ini,tampaknya masih diperlukan alternatif lain untuk penanganan ISR yaitu dengan DEB.2,11
Naskah lengkap disini

DEEP VEIN TROMBOSIS PADA SEORANG PASIEN DIABETES MELLITUS

R. Mohammad Budiarto, Djoko Santoso

Deep Vein Trombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen pembuluh darah vena dalam (deep vein) yang diikuti atau diakibatkan suatu reaksi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan jaringan perivena. Berdasarkan data di Amerika DVT merupakan penyebab kematian terbanyak, sekitar 200 ribu orang yang meninggal akibat trombosis vena atau arteri (Lopez , 2004).
 Virchow menyebutkan bahwa patogenesis DVT terutama disebabkan adanya abnormalitas dinding pembuluh darah, stasis aliran darah vena dan perubahan-perubahan pada elemen darah baik yang terlarut maupun yang berbentuk. Yang dimaksud dengan yang terakhir adalah adanya kelainan jumlah pada protein-ptotein darah, eritrosit, lekosit dan trombosit baik secara kongenital maupun didapat. Selain itu bisa disebabkan oleh keganasan, pemakaian kontrasepsi oral, efek hormonal, infeksi, pembedahan dan inaktivitas (Bates, 2004).
DVT biasanya terjadi didaerah sinus pembuluh darah pada otot ekstremitas bawah tetapi adakalanya terjadi pada pembuluh darah daerah proksimal, biasanya sebagai respon akibat trauma maupun tindakan operasi. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang optimal pada penderita DVT agar tidak terjadi komplikasi seperti perluasan trombus, emboli paru, trombosis berulang serta sindroma paska-phlebitis yang dapat meningkatkan morbiditas (Schreiber, 2008).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan pada tingkat makrovaskuler dan mikrovaskuler, dengan hasil akhir berupa gangguan homeostasis. Dalam keadaan normal didalam pembuluh darah substansi aktif mengalami sintesis dan beredar untuk menjaga homeostasis pembuluh darah, aliran darah dan memberi nutrisi sehingga terjadinya trombosis dapat dicegah (Luscher, 2003; Creager, 2004).

Naskah dapat dibaca disini

04 November 2009

PCI PADA PENDERITA UNSTABLE ANGINA OLEH KARENA MYOCARDIAL BRIDGING

Sri Hastuti, Iswanto Pratanu

Myocardial bridging (MB) adalah suatu anomali arteri koroner yang ditandai adanya arteri koroner epikardial yang masuk kedalam miokard. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh Reyman pada tahun 1737 dan pertama kali digambarkan secara angiografi oleh Portman dan Iwig pada tahun 1961. Prevalensi MB yang ditemukan dengan otopsi bervariasi dari 5.4%-85.7% dan secara angiografi berkisar 0.5%-16%. Insiden anomali ini lebih tinggi wanita dibandingkan pria.

MB sering ditemukan di mid arteri desenden anterior kiri (LAD), dan secara angiografi tampak suatu penekanan arteri koroner epikardial. Gangguan yang spesifik dapat dilihat dengan angiografi koroner yang bersifat kuantitatif, studi doppler intrakoroner, dan ultrasonografi intravaskuler. Derajad obstruksi MB bergantung pada lokasi, ketebalan, panjang MB dan derajad kontraktilitas jantung. MB sebenarnya suatu kondisi benigna, namun kadang-kadang memiliki komplikasi iskemia, sindrom koroner akut, spasme koroner, ruptur septal ventrikel, aritmia (meliputi supra ventricular tachycardia dan ventricular tachicardia), AV blok yang dicetuskan oleh exercise, stunning, disfungsi ventrikel yang bersifat sementara, kematian dini setelah transplantasi jantung, dan kematian mendadak.
Naskah lengkap disini

Inferior Vena Cava Filter on Lower Limb Deep Vein Thrombosis

Andrianto, Yudi Her Oktaviono
Trombosis vena profunda dan emboli pulmonal merupakan dua hal dari satu rangkaian proses penyakit. Trombosis vena profunda tungkai bawah menjadi penyebab lebih dari 90% kasus emboli pulmonal, namun hanya sekitar 10% kasus tersebut tampak secara klinis. Komplikasi paling berat dari penyakit tromboemboli vena adalah emboli pulmonal.
Trombosis vena profunda paling sering terjadi pada tungkai bawah dan dapat pula timbul hanya pada vena tungkai atas atau pelvis. Culprit veins yang sering terlibat pada kejadian emboli pulmonal yang bermakna secara klinis adalah cephalad sampai dengan trifurkasio.
Emboli pulmonal akan menimbulkan simtom bila emboli berukuran besar, dan bila emboli berdiameter lebih dari 7,5 mm dapat berakibat fatal. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien dengan emboli pulmonal. Di Amerika Serikat, setiap tahun didiagnosis 355.000 pasien dengan emboli pulmonal, dan sebanyak 240.000 diantaranya meninggal. Emboli pulmonal menempati urutan ketiga sebagai penyebab tersering kematian mendadak penyakit kardiovaskular.
Naskah lengkap disini

29 Oktober 2009

Peranan Ekhokardiografi Pada Diagnosis dan Penatalaksanaan Infektif Endokarditis

Novita
Agus Subagjo

Infektif Endokarditis selalu berpotensial menjadi penyakit yang mengancam jiwa dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Walaupun terjadi kemajuan yang signifikan pada tehnik pemeriksaan mikrobiologi, terapi antibiotik dan pembedahan, angka mortalitas rata-rata masih tinggi berkisar 20% - 25%. Untuk memperbaiki outcome lebih lanjut diperlukan diagnosis yang akurat, mendeteksi komplikasi lebih awal dan memulai pengobatan efektif.
Evaluasi Infektif Endokarditis mengalami kemajuan dramatis dengan berkembangnya ekhokardiografi, yang merupakan tehnik utama untuk mendeteksi vegetasi dan komplikasi kardiak yang diakibatkan oleh endokarditis. Pendekatan kunci adalah Transesofageal ekhokardiografi (TEE), menghasilkan perbaikan yang signifikan pada resolusi visual struktur jantung. Saat ini ekhokardiografi sangat diperlukan dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan pasien yang diduga atau diketahui menderita infektif endokarditis, seperti kriteria diagnosis endokarditis yang telah direvisi dengan memasukkan temuan ekhokardiografi sebagai kriteria mayor.
Naskah lengkap disini

11 Agustus 2009

Pengajian - Persiapan sebelum Ramadhan

Guys, ini ringkasan pengajian yang ditulis langsung saat pengajian dengan materi Alquran & puasa, persiapan sebelum puasa oleh Ust. Syaukani Ong

Puasa = menahan diri
barangsiapa yang berpegang teguh pada Allah (menolak larangan Allah) maka dia berpegang pada tali Allah..
kenapa kalau puasa walaupun lapar haus tapi tetap tidak minum - makan, karena adanya berkah, merasa bahagia..
Rahman = mendapat kasih sayang Allah..
almarhum = orang yang mendapat rahmat Allah, mendapat kasih sayang Allah, walaupun orang tersebut belum meninggal..
Allah yang menurunkan rahmat = Rahman..
Jenazah = mayit (arab) = bangkai (indonesia)
Al A'raf 96: seandainya penghuni negeri bertakwa kepada Allah --> tujuan puasa --> supaya bertakwa pada Allah..

Tujuan Ramadhan:
supaya ibadah meningkat.
Ibadah ? artinya: untuk mengabdi kepada-Nya. Di dalam islam tidak ada penyembahan. tapi pengabdian.
Allah tidak perlu disembah. tapi taat, sinonim Islam.. Yang mengabdi, ciri khasnya taat

Albaqarah 21: hai manusia, abdikan dirimu untuk berpuasa dan bertakwa..

supaya diberkahi Allah dalam puasa --> akhirkan sahur.

...
Ustd. Syaukani Ong ini terkadang menyisipkan kelucuan saat memberikan ceramah..
Beliau bertanya, apa bedanya orang yang sudah dikhitan dengan belum dikhitan..? bagaimana jika kita masuk ke dalam ka'bah, sholatnya menghadap kemana..?

... melanjutkan ceramah...
apakah iman? iman mengandung keyakinan, 6 rukun iman, diteguhkan dengan 5 rukun islam
apakah ihsan? = hasanah= ahsanah = terbaik (arab) = tidak cukup hanya percaya dan taat kepada Allah, tapi harus dibuktikan dengan kebaikan yang meliputi diri kita..

dengan berpuasa, kebaikan dari diri kita dirasakan pada orang lain.

orang yg berbuat ihsan:
1. berbuat kebaikan dengan siapa saja dan apa saja
termasuk dengan ibu, bapak, tetangga
menjelang ramadhan, harus mempraktekkan surat al a'raf 135 : peduli, memaafkan, tidak marah --> tidak perlu untuk memaafkan menunggu ramadhan..

2. berbuat baik terhadap orang yg berbuat baik kepada kita.
kalau kita pernah dibaikin oleh orang lain, dan dia membutuhkan orang itu, maka tolong orang tersebut.
3. berbuat baik pada orang yg berbahagia (walaupun kita tetap menahan diri)
tidak iri dengan kebahagiaan orang lain, sehingga meraih rahmat dan berkah.

4.berbuat baik pada orang yang menyakitinya..

Kita harus membuktikan keislaman dengan ihsan, berbuat baik dengan orang lain

18 Juli 2009

Petanda efektifitas Pengobatan trombolitik pada infark miokard akut

Hafid, Djoko Soemantri

Membaiknya patensi pembuluh darah penyebab infark merupakan salah satu tujuan utama pengobatan infark miokard akut. Trombolitik intravena merupakan obat yang paling banyak digunakan untuk mengembalikan patensi pembuluh darah secara akut, dan pemakaiannya telah menjadi rutin setelah trial klinik besar membuktikan kegunaannya secara nyata 

Naskah lengkap disini

17 Juli 2009

HIPERURISEMIA DAN PENYAKIT KARDIOVASKULER

M. Noor Diansyah, Iswanto Pratanu

Hiperurisemia telah lama dikaitkan dengan penyakit kardiovaskuler dan sering dijumpai pada penderita dengan hipertensi, penyakit ginjal dan sindrom metabolik. Hubungan ini telah diteliti sejak akhir abad ke-19 dimana dihipotesiskan bahwa asam urat mungkin merupakan penyebab dari hipertensi dan penyakit ginjal. Pendapat ini lalu diabaikan hingga tahun 1950an dengan semakin baiknya pemahaman dan terapi hiperurisemia (Feig, 2008).
 Sampai saat ini masih menjadi perdebatan apakah asam urat merupakan faktor resiko yang penting dalam memprediksi outcome dari penyakit kardiovaskuler. The Joint National Committee on prevention, detection , evaluation and treatment of high blood pressure tidak merekomendasikan asam urat sebagai faktor resiko begitu juga dengan American Heart Association dan National Kidney Foundation (Heinig, 2006).
 Tetapi data epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa hiperurisemia merupakan faktor resiko yang penting bagi penyakit kardiovaskuler (Niskanen, 2004; Heinig, 2006; Feig, 2008). Beberapa studi juga menunjukkan hubungan antara asam urat dengan hipertensi, obesitas, penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 70% penderita dengan hiperurisemia mengalami obesitas, lebih dari 50% dengan hipertensi, 10-25% meninggal akibat penyakit ginjal dan sekitar 20% meninggal akibat komplikasi kardiovaskuler (Heinig, 2006).

Naskah lengkap disini

15 Juni 2009

ARTERIA KORONER INTRAMIOKARDIAL (INTRAMYOCARDIAL CORONARY ARTERY = MYOCARDIAL BRIDGING)

Infan Ketaren, Budi S. Pikir

Arteri koroner yang normal terletak pada permukaan epikardial jantung, dikelilingi oleh lemak epikardial, sedangkan Arteria Koroner Intramiokardial (intramyocardial coronary artery = myocardial bridging) adalah anomali kongenital arteri koroner yang terjadi saat segmen arteri koroner atau cabang utamanya berjalan melalui miokardium dengan panjang bervariasi dan muncul kembali kepermukaan jantung. Arteri yang berada di dalam miokardium disebut arteri terowongan (“ tunneled artery”), dan arteri ini merupakan abnormalitas anatomi nonaterosklerosis dari arteri koroner.
Arteria Koroner Intramiokardial merupakan hal yang tidak umum yang didapatkan secara kebetulan pada diagnostik rutin angiografi koroner. Arteria Koroner Intramiokardial pertama kali disebutkan oleh Reyman pada tahun 1737, kemudian oleh Black tahun 1805, sementara itu analisis pertama secara postmortem dilaporkan oleh Geiringer pada tahun 1951.1,2,3,4 Portmann dan Iwig pertama kali melaporkan gambaran angiografi dari stenosis sementara pada segmen left anterior descending (LAD) arteri koroner saat sistolik di tahun 1960, dan implikasi klinik kelainan ini masih terus diperdebatkan selama 30 tahun terakhir ini.


Naskah lengkap disini

14 Juni 2009

MANIFESTASI KARDIOVASKULER PADA PENDERITA HIV

Setiati Widyaningrum, Rochmad Romdoni

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh seseorang sehingga dalam jangka waktu tertentu menimbulkan sekumpulan penyakit yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hingga kini diperkirakan infeksi yang disebabkan oleh HIV mengenai 42 juta orang di dunia. Sedangkan di Indonesia, sampai akhir tahun 2005 diperkirakan infeksi HIV dan AIDS telah mencapai angka 90.000-130.000 kasus (Nasronudin, 2007). 
Tahun 1996 merupakan tahun pembatas sejarah infeksi HIV dengan ditemukannya antiretroviral (HAART – Highly Active Antiretroviral Therapy). Antiretroviral diklasifikasikan berdasar cara kerjanya menjadi Reverse Transcriptase Inhibitors yang terdiri dari NRTIs (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors) dan NNRTIs (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors); Protease Inhibitors (PIs); Entry Inhibitors yang terdiri dari Fusion Inhibitors dan Coreceptor blockers, dan yang terakhir adalah Integrase Inhibitors. HAART memberikan perbaikan yang signifikan terhadap serangan infeksi, peningkatan survival dan perbaikan kualitas hidup individu. Namun hal ini menyebabkan terjadinya perubahan ke arah penyakit kronis dan memunculkan komorbiditas lain seperti hipertensi, kelainan metabolisme dan percepatan aterosklerosis, termasuk penyakit jantung koroner (Hajjar, 2005). 

Naskah lengkap disini

12 Juni 2009

Penderita Pentalogy Of Fallot Yang Mengalami Abses Serebri

Yusra Pintaningrum, Agus Subagjo

Pentalogy of Fallot (POF) merupakan penyakit jantung kongenital sianotik (Congenital Cyanotic Heart Disease /CCHD) , salah satu varian dari Tetralogy of Fallot (TOF). Kelainan ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1672 oleh Niels Stensen, dan disempurnakan oleh seorang dokter dari Prancis, Etienne-Louis Arthur Fallot pada tahun 1888. Frekuensi TOF di Amerika Serikat sebanyak 5 % dari sekitar 800 ribu dengan penyakit jantung kongenital pada dewasa. Beberapa abnormalitas mengikuti terjadinya TOF, termasuk arkus aorta kanan pada 25 % penderita TOF dan anomali arteri koroner sebanyak 10%. Jika TOF bersamaan dengan defek septal atrium maupun patent foramen ovale maka dinamakan POF, yang terjadi pada 10% penderita TOF.
Salah satu komplikasi dari terjadinya penyakit jantung kongenital adalah abses serebri, dimana insidennya bervariasi antara 5 sampai 18,7 %. Pada beberapa studi, 50% diantaranya terjadi pada penderita berumur kurang dari 10 tahun.4,5,6 Meskipun perbaikan teknik pencitraan, pembedahan, dan penatalaksanaan medik dengan perkembangan antibiotik terbaru, angka mortalitas untuk abses serebri berkaitan dengan CCHD berlanjut sampai 13% bahkan pada era computed tomographic (CT).5 Data di RS dr. Soetomo menunjukkan bahwa antara tahun 1970-1985, sekitar 20 % penderita TOF meninggal karena abses otak.

Naskah lengkap disini

EFUSI PERIKARD MALIGNAN DARI KARSINOMA TIROID ANAPLASTIK

EFUSI PERIKARD MALIGNAN DARI KARSINOMA TIROID ANAPLASTIK

Infan Ketaren, Jatno Karjono

Kejadian efusi perikard malignan yang berasal dari proses malignansi neoplasma masih jarang, meskipun lebih sering kejadiannya dibandingkan dengan tumor jantung primer, penyebab dari efusi perikard malignan itu sendiri melibatkan beberapa tumor primer seperti karsinoma paru, karsinoma mamma, limfoma maligna, leukemia, dan melanoma. Metastasis yang melibatkan jantung biasanya timbul pada stadium terminal dalam perkembangan dari penyakit keganasannya,yang dihubungkan dengan penyebaran yang luas dari tumor tersebut, dan umumnya diagnosa melalui otopsi.
Karsinoma tiroid anaplastik merupakan satu dari keganasan yang paling agresif pada manusia, dengan angka harapan hidup dalam hitungan bulan. Dimana insidensi penyakit ini 2 per juta per tahun, merupakan keganasan yang jarang dimana angka kejadiannya 1.6% dari seluruh kanker tiroid. Sedangkan metastasis pada karsinoma ini mengenai yang paling sering adalah paru-paru, diikuti oleh tulang, kulit, otak, jantung, dan metastasis intraabdomen pernah dilaporkan. Pada penelitian di Mayo Klinik, metastase paru didiagnosis pada 45% pasien dan ke tulang 12%.


Naskah lengkap disini

10 Juni 2009

LEFT VENTRICEL NON-COMPACTION

Achmad Yusri, Budi Susetyo Pikir

Left ventricle non compaction ( LVNC ) merupakan salah satu jenis dari kardiomiopati. Berdasarkan klasifikasi kardiomiopati yang dirancang olehWHO pada tahun 1995, LVNC dimasukkan sebagai ‘ unclassified cardiomyopathies’. Klasifikasi ini mengundang banyak ketidakpuasan, karena hal ini berarti menunjukkan kekurangpahaman para ahli tentang LVNC dan keterbatasan kemampuan dan piranti dalam mendiagnosisnya. 1,2
LVNC sendiri terjadi karena kelainan morfogenesis yang berakibat kegagalan dalam pemampatan trabekular dalam menyusun myocard. Pada penderita biasanya didapatkan gambaran pada satu atau lebih segmen dari ventrikel kiri, dengan ciri-ciri banyaknya rongga-rongga yang tersusun diantara trabekular. Uniknya trabekular sisi bagian dalam terbungkus oleh endothel dan membentuk saluran-saluran yang terhubung ke endokardium ventrikel. Pemeriksaan 2-dimensi ekokardiografi mampu menditeksi kelainan ini. Jenni dkk merekomendasikan kriteria diagnosis berdasar ekokardiografi dalam mendiagnosis LVNC. 1,2 

Naskah lengkap disini

Ginjal dan Hipertensi pada Kehamilan

Gusti Rifansyah

Para ahli ginjal telah lama tertarik pada perawatan wanita hamil berkaitan dengan pre eklampsi, penyebab paling umum dari hipertensi pada kehamilan mengarah pada penyakit ginjal. Sebagai tambahan, perubahan-perubahan yang tidak biasa dalam kardiovaskular dan fungsi ginjal yang muncul selama kehamilan telah membuat kagum pemeriksa klinis. Sebuah apresiasi dari perubahan dramatis ini pada fungsi ginjal dan hemodinamik diperlukan pada perawatan wanita hamil dan pengertian dari perubahan yang dibawa oleh kehamilan memberikan wawasan pada mekanisme fisiologis pada kondisi tidak hamil. Makalah ini berisi perubahan-perubahan pada sistem kardiovaskular dan fungsi ginjal selama kehamilan, dengan perhatian khusus pada perubahan-perubahan yang muncul bersama perkembangan hipertensi dan pre eklampsia. 

Baca lengkap  disini

08 Juni 2009

TAKIARITMIA : Apa dan Bagaimana Penatalaksanaannya ?

Yusra Pintaningrum, Budi Baktijasa

Obat antiaritmia merupakan kelompok produk farmasi yang digunakan untuk melambatkan irama yang terlalu cepat dan mengkoreksi denyut jantung tidak teratur (aritmia kardiak), seperti fibrilasi atrial (atrial fibrillation / AF), gelepar atrial / GA (atrial flutter), takikardia ventrikuler (ventricular tachycardy / VT), dan fibrilasi ventrikuler (ventricular fibrillation / VF) Obat antiaritmia dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama dalam pencegahan kematian mendadak pada penyakit jantung struktural.
Lebih dari 400 tahun yang lalu, Paracelcus menulis “obat dapat menjadi suatu bahan yang tersembunyi, suatu racun, atau obat tergantung bagaimana menggunakannya dan dosis yang diberikan”. Pernyataan ini terutama berguna untuk obat antiaritmia, yang secara potensial menjadi efek toksik saat diresepkan pada pasien yang tidak tepat. Kebanyakan obat anti aritmia memiliki indeks terapeutik yang relatif sempit. Jika diresepkan dengan bijaksana, maka memiliki peran kunci untuk memperpanjang hidup penderita. Namun, jika obat atau regimen dosis tidak tepat, mengakibatkan efek pro aritmia sampai aritmia. Jadi, penggunaan optimal dari terapi obat anti aritmia tergantung dari pemahaman farmakodinamik dan farmakokinetik dari tiap obat anti aritmia.

Naskah lengkap disini

SEORANG PRIA MUDA DENGAN EFUSI PERIKARDIUM MASIF: PROBLEM DIAGNOSTIK

Musnidarti, Budi Baktijasa

Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal dalam ruang perikardium. Ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan sistemik, lokal atau idiopatik. Cairan tersebut dapat berupa transudat, eksudat, pioperikardium, atau hemoperikardium. Efusi perikardium bisa akut atau kronis, dan lamanya perkembangan memiliki pengaruh besar terhadap gejala-gejala pasien (Strimel W, 2006).
Efusi perikardium pada pasien dengan kanker lanjut merupakan hal yang biasa namun bila terjadi akan menjadi masalah berat. Berdasarkan pemeriksaan post mortem, metastase kardiak terjadi pada 2,3% - 18,3% subyek dengan keganasan. Perikardium adalah tempat paling sering terjadi metastase kardiak ( 69,4 %). Keganasan paling sering melibatkan perikardium adalah karsinoma paru, payudara, limfoma, ovarium, lambung , prostat. Medary dkk melaporkan insiden lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan rasio 7:3. Efusi terkait keganasan dapat menyerang semua umur. (Venugopalan P , 2006; Bussani, 2007). 

Naskah lengkap disini

RESISTENSI INSULIN PADA GAGAL JANTUNG

Nyimas Maida Shofa, Djoko Soemantri

Pada beberapa tahun terakhir, resistensi insulin dikenal sebagai faktor utama resiko penyakit kardiovaskuler dan telah mencapai tingkat epidemi di negara Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Sebagai tambahan, IR berkaitan dengan faktor-faktor lain seperti hipertensi, dislipidemia, dan gangguan metabolik yang berperan sebagai faktor resiko cardiovaskuler pada penderita dengan IR (Walcher, 2004).
Seseorang dengan kelompok faktor resiko seperti obesitas, impaired fasting glucose (IFG), hipertensi, HDL rendah, dan TG yang tinggi dikenali sebagai sindrom metabolik yang merupakan dasar dari resistensi insulin. Sindroma metabolik dan resistensi insulin merupakan faktor-faktor yang selanjutnya akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler (Meigs, 2007).
Meskipun antagonis neurohumoral telah berhasil menurunkan angka mortalitas dan morbiditas gagal jantung, namun angka kecacatan dan tingkat kematian pada penderita tersebut masih tinggi. Walaupun abnormalitas dari metabolisme otot jantung berhubungan dengan gagal jantung, dari data terbaru menyatakan bahwa gagal jantung dapat menimbulkan perubahan metabolik seperti resistensi insulin yang sebagian besar disebabkan oleh aktivasi neurohumoral (Ashrafian, 2007). 
Naskah lengkap disini

17 Mei 2009

selamat berjuang!!

Buat kakak2 tercinta, dr.tutik, dr.rio, dr. aan, dan dr.zaenal.. selamat menghadapi ujian board 20 mei ini ya.. semoga lancar dan sukses ujiannya, tanpa mengalami hambatan sedikitpun. Kami akan selalu mendoakan kakak2.. Selamat berjuang! Bismillah..

-Adik2yangselalu mendoakan-

28 April 2009

Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun.Segenap pengurus dan anggota Paguyuban Asisten Kardiologi Unair (PASKAL) mengucapkan turut berbelasungkawa atas meninggalnya orangtua dari Yth. dr. Agus Subagyo, SpJP(K) FIHA pada hari Sabtu 25 April 2009. Semoga Almarhum khusnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan. Amin ya robbal alamin

23 April 2009

Duka Cita

Kami atas nama seluruh PPDS kardiologi turut berduka cita atas berpulangnya ke rahmatullah ayahanda dr.Andrianto, SpJP tadi malam, pukul 20.20, di Tulung Agung. Semoga Allah mengampuni dosanya, dan menerima semua amal ibadahnya, serta seluruh keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Amin.
PASKAL

21 April 2009

TERAPI TROMBOLITIK PADA EMBOLI PARU

Riana Handayani, Iswanto Pratanu

Venous Thromboembolism (VTE), meliputi Deep Vein Thrombosis (DVT) and Pulmonary Embolism (PE) adalah penyakit vaskular tersering setelah penyakit jantung koroner dan stroke. Diperkirakan 45.000 pasien di Kanada terdiagnosa sebagai DVT. Lima puluh hingga 60% pasien DVT akan mengalami PE dimana setengahnya asimtomatik. Hampir 70% pasien dengan gejala PE akan ditemukan DVT jika dilakukan evaluasi. Faktor-faktor resiko terjadinya PE ádalah juga faktor resiko DVT yaitu stasis vena, perlukaan pada dinding pembuluh darah, dan hiperkoaguabilitas.

Sekitar 90% PE berasal dari trombus pada ekstremitas bawah. Suatu studi prospektif menemukan bahwa 82% pasien yang secara angiografi terbukti PE, secara venografi juga terbukti DVT. Pasien-pasien dengan PE masif, DVT hanya teridentifikasi secara klinis hanya 50%. Kira-kira 45% DVT pada vena iliaca dan vena femoralis dapat lepas menjadi emboli hingga ke arteri pulmonalis.

PE mempunyai potensi komplikasi yang fatal dan serius akibat pembentukan trombus didalam sirkulasi vena. Sampai saat ini PE tetap memberikan tantangan tersendiri kepada klinisi baik dalam hal profilaxis, modalitas diagnostik maupun pemilihan terapi. Di Amerika Serikat diperkirakan PE terjadi pada lebih dari 600.000 pasien dan menyumbang 50.000-200.000 kematian. Bahkan diperkirakan PE menyumbang 15% kematian di rumah sakit.

Diagnosis PE sering terlewati oleh karena gejala-gejala dan tanda-tandanya yang tidak khas. Sebagian besar pasien akan meninggal dan sepertiga diantara pasien yang masih bertahan hidup akan meninggal oleh karena episode serangan berikutnya. Pada penderita yang masih bertahan hidup emboli ulangan dan kematian dapat dicegah dengan diagnosa dan terapi yang tepat. Penanganan penderita PE memerlukan pendekatan diagnostik yang sistematik dengan memperhatikan faktor-faktor resiko sehingga terapi preventif dapat diberikan.

Studi-studi membandingkan terapi trombolitik dengan heparin pada PE masif dan submassif menunjukkan resolusi bekuan yang cepat pada pasien yang mendapat terapi trombolitik. Penurunan angka mortalitas terjadi pada pasien PE masif seiring dengan terapi trombolitik terjadi perbaikan hemodinamik, fungsi ventrikel kanan, perfusi pulmonar dan penurunan resiko rekurensi tromboemboli.

Berikut adalah kasus seorang wanita dengan PE dan DVT yang mendapat terapi trombolitik.

Naskah lengkap dapat dibaca disini.

15 Maret 2009

Catatan Singkat dari Singapore Interventional Live 2009

Saskia DH

Pengalaman saya dalam mengikuti YIA di Singapore Interventional Live 2009 ini ada beberapa hal yang ingin saya sharing pada teman-teman.


Yang pertama jangan takut mengirimkan karya di ajang international, walaupun saya ga pede buat bikin research, karena itu research saya satu-satunya ya karya akhir ini.

Yang kedua YIA tidak hanya di Asmiha, tapi ada event lain, selain SingLive yang khusus buat cardiology intervention juga ada APCC untuk level Asia, EuroCongress, etc. Yang- thank's God buat penemu internet- saat ini amat mudah diattachkan lwt website dan imel.

Kemudian, lebih spesifik pada SingLive, sistem penjurian disana berlangsung 2 tahap, jadi dari 22 peserta disaring jadi 5 peserta sebagai finalis, Alhamdulillah masuk juga, walaupun pada akhirnya gak dapat prize nya karena yang dapat no 1-3 aja, hiks.

Tetapi, ternyata, di ajang international seperti itu ada foundation yang mencari kandidat untuk beasiswa. Karena foundation seperti itu tidak mempublikasikan diri lewat internet atau advertising. 

Jadi, buat temen-temen para fellowship hunter, memang kesempatan itu harus dicari....

Selain itu ikut konggres di SingLive membuat saya semakin nambah wawasan tentang berbagai hal baru tidak hanya di bidang intervensi yang menjadi pokok bahasan kongres ini, tetapi juga non-invasif, selain workshop msct, saya ikut workshop echo 3 Dimensi.

Take home message saya, ilmu kardiologi itu sangat berkembang dan merupakan cabang ilmu kedokteran yang sangat disegani, jangan takut buat mencoba, work hard play hard, jangan mudah berpuas diri.

Wassalam,

03 Maret 2009

TAKIARITMIA: Apa dan Bagaimana Penatalaksanaannya


Yusra Pintaningrum

Budi Baktijasa


Obat antiaritmia merupakan kelompok produk farmasi yang digunakan untuk melambatkan irama yang terlalu cepat dan mengkoreksi denyut jantung tidak teratur (aritmia kardiak), seperti fibrilasi atrial (atrial fibrillation / AF), gelepar atrial / GA (atrial flutter), takikardia ventrikuler (ventricular tachycardy / VT), dan fibrilasi ventrikuler (ventricular fibrillation / VF) Obat antiaritmia dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama dalam pencegahan kematian mendadak pada penyakit jantung struktural.
Lebih dari 400 tahun yang lalu, Paracelcus menulis “obat dapat menjadi suatu bahan yang tersembunyi, suatu racun, atau obat tergantung bagaimana menggunakannya dan dosis yang diberikan”. Pernyataan ini terutama berguna untuk obat antiaritmia, yang secara potensial menjadi efek toksik saat diresepkan pada pasien yang tidak tepat. Kebanyakan obat anti aritmia memiliki indeks terapeutik yang relatif sempit. Jika diresepkan dengan bijaksana, maka memiliki peran kunci untuk memperpanjang hidup penderita. Namun, jika obat atau regimen dosis tidak tepat, mengakibatkan efek pro aritmia sampai aritmia. Jadi, penggunaan optimal dari terapi obat anti aritmia tergantung dari pemahaman farmakodinamik dan farmakokinetik dari tiap obat anti aritmia.
Insiden aritmia bervariasi, tergantung jenis aritmianya. Menurut pedoman ACC/AHA/ESC tahun 2003, perkiraan prevalensi takikardia supraventrikular paroksismal (Paroxysmal Supraventricular Tachycardy / PSVT) dalam 3,5% sampel rekam medis Marshfield (Wisconsin) Epidemiologic Study Area (MESA) adalah 2,25 per 1000. Insiden PSVT pada survei ini 35 per 100 ribu orang per tahun. Umur berpengaruh terhadap kejadian takikardia supraventrikular (Supraventricular Tachycardy / SVT), rerata umur saat kejadian PSVT pada kohort MESA adalah 57 tahun. Jenis kelamin memiliki peranan pada epidemiologi SVT. Wanita pada populasi MESA memiliki resiko relatif dua kali lipat dibanding pria. Studi epidemiologi pada pasien GA pada individu di Marshfield Clinic didominasi kulit putih, pedalaman di tengah Wisconsin, dimana sekitar 60 % kasus terjadi GA pertama kali berkaitan dengan pemicunya, seperti bedah mayor, pneumonia, atau infark miokard akut / IMA). Sisanya, GA berhubungan dengan kondisi komorbid kronik seperti gagal jantung, hipertensi, dan penyakit paru kronik. Sementara itu, aritmia ventrikular tetap menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan dengan sindroma koroner iskemi akut, yang diperkirakan terjadi 350 ribu kematian kardiak mendadak pertahun.
Untuk itu, pada makalah ini kami membahas macam mekanisme aritmia dan obat yang tepat untuk setiap jenis takiaritmia.


Naskah lengkap dapat dibaca disini

18 Februari 2009

Kampanye Anti Batu Bara - GreenPeace

Februari 2009 Kampanye Anti Batubara

Kepada Supporter yang baik,

Dengan ini saya kabarkan bahwa Greenpeace telah memulai kampanye Hentikan Penggunaan Batubara di Indonesia dengan diluncurkannya laporan ‘Biaya Batubara Sebenarnya’ Greenpeace menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menghentikan perluasan dan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara dan mempergunakan sumberdaya energi terbarukan yang sangat berlimpah di Indonesia.

Sebagaimana diketahui batubara adalah sumberdaya energi yang paling kotor, dan bersama dengan pesatnya deforestasi, keduanya adalah sumber emisi karbondioksida (CO2) yang paling banyak berkontribusi terhadap perubahan iklim. Tapi ada sisi batubara yang lebih buruk yang diungkapkan oleh riset kami yang didukung oleh bukti-bukti dampak lain di seluruh dunia. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batubara juga berdampak fatal pada lingkungan sekitar lokasi. Batubara merusak tatanan hidup orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi PLTU.

Kami telah menyaksikan dampak langsung batubara terhadap kehidupan masyarakat di Cilacap. Mulai dari dampak kesehatan dengan meningkatnya penyakit pernafasan sampai hilangnya sumber penghidupan sampai dampak polusi terhadap pertanian dan perikanan, serta dampak sosial dengan banyaknya masyarakat yang tergusur dan hilangnya budaya setempat. Sebagaimana dilaporkan dalam Biaya Batubara Sebenarnya, “biaya eksternal” seperti penyakit pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap, menurunnya panen dan perubahan iklim jauh lebih mahal dari listrik murah yang konon dihasilkannya. Kabar baiknya adalah masa depan tanpa batubara adalah mungkin.

Cetak biru Greenpeace yang berjudul Energy [R]evolution menunjukkan bagaimana bila sumberdaya terbarukan di Indonesia seperti panas bumi, angin dan surya, dirangkai dengan efisiensi energiyang lebih besar dapat menghasilkan tenaga yang cukup untuk memenuhi konsumsi energi listrik dua kali dari jumlah permintaan yang diproyeksikan pada tahun 2020. Sementara pemerintah sejauh ini masih lambat sekali untuk bereaksi, gerakan masyarakat mulai bersatu di seluruh dunia dan mendesak penghentian penggunaan batubara. Greenpeace berkampanye untuk masa depan energi yang bersih untuk Indonesia dengan beraliansi dengan Koalisi Anti-Batubara bersama dengan beberapa kelompok lain termasuk KAM Cilacap, JATAM, Walhi dan Sekolah Ekonomika Demokrasi.

Sekali lagi kami sampaikan terimakasih untuk tetap mendukung kampanye kami untuk melindungi hutan dan keanekaragaman lingkungan kita. Kami percaya bahwa anda akan tetap mendorong dan mendukung kampanye Hentikan Penggunaan Batubara untuk melindungi kesehatan manusia dan planet ini.

Arif Fiyanto
Juru Kampanye Iklim
Greenpeace Asia Tenggara
Greenpeace hadir karena bumi yang rapuh ini perlu suara. © 2008 Greenpeace Southeast Asia - Indonesia Office
Jl. Cimandiri 24, Cikini, Jakarta, Indonesia 10330
Tel: +62 21 310 1873| Fax: +62 21 310 2174|
supporterservices.id@greenpeace.org
(Kirim komentar anda ke email ini)

Earth Hour Indonesia - WWF

Hai Supporter WWF-Indonesia
Ayo dukung Earth Hour Indonesia!
Sabtu, 28 Maret 2009
Matikan lampu 1 jam saja: 20.30 - 21.30

Caranya?
1. lihat film Earth Hour di http://www.youtube.com/watch?v=BjWD8pbK5t8

2. buka account facebook Anda, cari cause: dukung Earth Hour Indonesia
atau langsung klik www.causes.com/earthhourindonesia dan join

3. bikin sistem alarm pada tanggal 28 Maret 2009, jam 20.30 - 21.30 untuk mengingatkan diri sendiri dan menjadi bagian dari kampanye global Earth Hour

4. cari spot lampu-lampu yang strategis untuk dimatikan, baik di rumah, sekolah, kampus, atau kantor, pada jam tersebut

5. ajak rekan-rekan dalam jejaring Anda untuk partisipasi di kampanye ini. Jangan lupa tulis berapa orang yang berhasil Anda ajak

6. kirim surat dukungan Anda kepada kami: support-wwf@wwf.or.id
Kami mengajak sekolah, kampus, perkantoran, dan pemerintah untuk bergabung

7. mohon sebarluaskan virus Earth Hour Indonesia melalui tulisan email ini
8. foto kegiatan Anda dan jejaring Anda pada tanggal 28 Maret 2009 (sebelum dan sesudah mematikan lampu). Atau, baca no. 10
9. tulis cerita menarik seputar Earth Hour Indonesia di blog dan kirimkan url-nya kepada kami
10. Datang dan ajak semua jejaring Anda di kegiatan WWF-Indonesia pada tanggal 28 Maret 2009. Tunggu kabar kami selanjutnya.
Kenapa?
* Jakarta adalah kota di Indonesia yang paling boros listrik, sementara masih ada 47% penduduk Indonesia yang belum mendapat akses listrik
* Indonesia perlu membangun lebih banyak lagi sumber listrik bersih - ramah lingkungan yang menjangkau daerah-daerah terpencil
* Mematikan lampu 1 jam (kurang lebih) di Jakarta = 300MW alias cukup untuk mengistirahatkan 1 pembangkit listrik
* Anda adalah 1 dari 1 milyar orang yang mematikan lampu dalam kegiatan ini
Siapa bilang Anda tidak bisa mengubah Indonesia, bahkan dunia hanya dengan mematikan lampu?
1 orang, 1 lampu, 1 jam, 1 hari, 1 dunia
Info lebih lanjut, silakan klik www.wwf.or.id atau www.earthhour.org

16 Februari 2009

SINDROMA TAKO-TSUBO


Sri Hastuti, Jatno Karyono

Akhir-akhir ini terdapat suatu sindroma jantung yaitu suatu disfungsi ventrikel kiri yang ditemukan pada masyarakat Jepang. Sindroma ini disebut sebagai kardiomiopati tako-tsubo atau apical ballooning, suatu bentuk spesifik ventrikel kiri saat akhir sistolik yang tampak pada pemeriksaan ventrikulografi. Tako-tsubo adalah suatu pot dengan dasar bulat dan leher pendek yang digunakan untuk menangkap cumi-cumi di Jepang. Gambaran ini pertama kali ditemukan oleh Hikaru Sato dan Dote pada tahun 1991. Pavin dkk menyebutnya sebagia stress cardiomyopathy, oleh karena adanya disfungsi ventrikel kiri yang reversibel pada seseorang yang mengalami stres emosional. Tahun 2001 sindroma ini baru diperkenalkan di barat.Kelompok lain menyebut sebagai apical balloning, broken heart, scared of death syndrome, ampulla cardiomyopathy,neurogenic stunned cardiomyopathy, ,transient left ventricular dysfunction.. Kardiomiopati tako-tsubo juga dilaporkan terjadi pada masyarakat barat.

Gambaran spesifik dari fenomena ini yaitu :

  1. Adanya abnormalitas gerakan dinding ventrikel kiri (ballooning) berupa akinesia dan diskinesia disertai nyeri dada.
  2. Perubahan baru pada EKG (ST elevasi maupun T inversi)
  3. Tidak terdapat kelainan arteri koroner yang signifikan
  4. Tidak ada riwayat trauma kepala, perdarahan otak, phaeochromacytoma, miokarditis, kardiomiopati hipertropi.

Emosi dan stres fisik biasanya mencetuskan kardiomiopati ini, namun mekanisme

yang menerangkan keadaan ini belum jelas, dan disfungsi kontraksi ventikel kiri dapat membaik dengan cepat. Vasospasme multivessel arteri koroner epikardial, disfungsi mikrovaskuler koroner atau spasme, ganguan metabolisme asam lemak, obstuksi transient pada left ventricle outflow tract (LVOT ), dan disfungsi miokard yang dimediasi katekolamin diduga menjadi mekanisme penyebab kondisi ini. Penatalaksanaan yang optimal penderita ini terutama bergantung pada kondisi hemodinamik dan simptom.

Tinjauan kepustakaan bertujuan untuk mengetahui klinis sindroma Tako-tsubo dan modalitas untuk menegakkan diagnosa dan patofisiologinya.


Naskah lengkap dapat dibaca disini

Media Edukasi dan Silaturahmi Alumni & PPDS Kardiologi Unair

Non Scholae Sad Vitae

Google
WWW Blog ini