Ada baiknya bila kita simak rambu-rambu diatas ini agar selamat dunia akhirat
31 Agustus 2008
30 Agustus 2008
Lokasi Hotspot di Surabaya
Cafe/Resto
1 Gloria Jean’s Coffees Galaxy Mall Lt. Dasar
2 Cafe Ndok Ceplok, Jl. Tumapel No. 41
3 Country Heritage Resort, Nginden Intan Utara No. 7
4 Cita Selera /The Duck King, Galaxy Mall Lt. 2
5 Mc Donald Mulyosari
6 Cafe Makan Time, Jl. Mojopahit
7 Resto Delisia Nginden Intan Raya No. 1A
8 Mc Donald Raya Darmo
9 De Excelso Mal Galaxy - Dharmahusada
10 RM Legok Asri, Sepanjang
11 Pondok Tempo Dulu, Jl. Sulawesi 54
12 Kafe Excelso, Galaxy Mall Extension
13 Mc Donald Plasa Marina
14 Golf Graha Family
15 Dome Café Pakuwon Supermall
16 RM Ria Kombes M. Duryat
17 Pondok Tempo Dulu Puri Widya Kencana Citraland
18 Sea Master Restoran Bundaran HR Muhammad
19 Exelso Surabaya Plaza Jl. Pemuda
20 Café X Tunjungan Plasa Tunjungan Plaza Lt3
21 RM Thai Express Tunjungan Plaza 3 LG
22 McDonald Basuki Rahmad
23 Dome Café Tunjungan Plaza Lt3
24 Cita Selera /The Duck King Tunjungan Plaza 4 LG
25 Resto Dapur Desa Jl. Basuki Rachmat
26 Telkom Café Tunjungan Plaza 2
27 Tomodachi Café Jl. Embong Ploso
28 Hugo’s Café Sheraton Hotel
29 Water Front Café Jl. Kedungsari
30 Coffee Toffee Wisma Mandiri
31 Golden Meteor
Café & BarHotel
1 Royal Paza (Food Court)
2 Sinar Hotel, Jl. Raya Pabean No. 136
3 New Grand Park Hotel
4 Hotel Weta Jl Gentengkali
5 Grand Interwisata/Graha Resident
6 Tandes Kondominium Graha family
7 Hotel Royal Regal Jakgung Suprapto
8 Loby Hotel Bisanta Jl. Tegalsari
Mall/Plaza
1 Royal Paza (Food Court)
2 Mall Giant A. Yani
3 Mall Sinar Bintoro, Jl. Jemursari
4 Maspion Square
5 Tunjungan Electronic Centre
6 Citi Walk Pakuwon Supermall
7 Foodcourt Tunjungan Plaza lantai 5
Office/Perkantoran
1 Lanfar, Jl. Samodra
2 BRI Tower (Lobby) Jl. Basuki Rachmat
3 War Stadium Kantor Telkom DIVRE V Ketintang
4 Graha Pena Jawa Pos
5 Sumber Jaya Sakti, Jl. Jemursari No. 311
6 Zindo Mas Surabaya, Raya Waru No. 55
7 Jimbaran, Tunjungan Plasa
8 WTC - Jl. Pemuda
Public Area
1 Taman Bungkul Jl. Raya Darmo
2 Tugu Pahlawan
3 Taman Surya
4 Taman Prestasi (Blk. Grahadi) Jl. Ketabang Kali
5 Monumen Kapal Selam (Monkasel), Jl. Pemuda
Public Service
1 Kantor DPRD
2 Toko Buku Toga Mas Jl. Diponegoro
3 RS Siloam Hospital Jl. Karimunjawa
4 Auto 2000 Jl. Jemursari
5 Auto 2000 Kenjeran
6 Auto 2000 Pecindilan
7 Auto 2000 A. Yani
8 Auto 2000 Jl. Raya Waru
9 Auto 2000 Kertajaya
10 Auto 2000 Basuki Rachmat
11 Auto 2000 Soengkono Jl HR Mohamad
12 MagnetZone Bookstore & Café Jl. BKR Pelajar
13 Plasa TELKOM Mergoyoso
14 Lab Pramita 2, Jl. HR Muhammad
15 Club House Ciputra Golf
16 Dharma Lautan Utama (R Tunggu Dermaga Ujung)
17 RS Pelabuhan (Lobby & Café) Jl Prapat Kurung 1
18 Stasiun KA Ps Turi (R Tunggu Eksekutif & VIP)
19 RSAL Ramelan
20 RSU Haji
21 SAMSAT Manyar, Jl. Kertajaya
22 Astra International Isuzu, Raya Waru
23 Stasiun Gubeng (R. Tunggu Eksekutif)
24 Radio SS, Jl Wonokitri No. 40C
25 Toko Buku Gramedia Kertajaya
26 Lab. Pramita 1 Jl. Adityawarman No. 73-75
27 Badan Perpustakaan Jatim, Jl. Menur
28 Supermarket Carefour, Jl. Ngagel No. 137-138
29 United Motors Centre A. Yani No. 40-44
30 Pura Jala Sidi Anumarta Jl. Juanda
31 Masjid Al - Akbar, Jl. Pagesangan
32 Astra International Daihatsu Jl. Raya Waru
33 Hotel Utami Jl. Juanda
School/Campus
1 Universitas Dr. Soetomo
2 IPH Schools Raya Kedung Baruk No. 114
3 UPN Veteran - Perpustakaan, Kantin Raya Rungkut
4 Mess Uplatda TELKOM Jl. Ketintang No. 156
5 Stikosa AWS, Nginden Intan Timur I No. 18
6 Univ. PGRI Adi Buana (UNIPA), Jl. Ngagel Dadi
7 ITPS, Jl. Ratna, Surabaya
8 Mayura Sentra Musik, Manyar Kertoarjo No. 69
9 Univ.PGRI Adi Buana (UNIPA), Jl. Dukuh Menanggal
10 Univ Narotama, Edutainment Food Court AR Hakim 51
11 Kanwil DikNas P & K Jl. Genteng Kali
12 Unesa Fak. Pedidikan & Perpustakaan Lidah Kulon
13 IAIN-Perpustakaan, A. Yani No. 117
14 ITS
semua ini dapat dilihat di http://ikasmancacommunity.blogspot.com/2008/08/lokasi-hotspot-nang-suroboyo-onosatusan.html
Ramadhan tiba..
tapi kami tidak tahu apakah ini ramadhan yang terakhir atau adakah ramadhan2 lain untuk kami?
Marhaban ya Ramadhan..
dengan kerendahan hati, segenap keluarga besar PASKAL memohon maaf lahir batin..
dengan teriring doa semoga Allah menerima segala amalan ibadah yang kita kerjakan..
dan semoga mempertemukan kembali ke bulan suci berikutnya.. amin.....
berita duka
telah meninggal dunia ibu mertua dari dr. Riana, Jumat 29 agustus 2008, pukul 08.00
mudah2an semua amal kebaikan beliau diterima oleh Allah SWT, dan mudah2an keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.. Amin..
Bianca's Party
29 Agustus 2008
Marhaban yaa Ramadhan
Bekal-bekal Ramadhan 10 malam terakhir
Biar sahur-nya ngga kesiangan silakan juga download Jadwal Imsak dan Sholat Surabaya dan sekitarnya
27 Agustus 2008
Selamat datang Karya Paguyuban…….…
Kemajuan teknologi informasi telah membawa perubahan dalam peradaban kehidupan manusia saat ini termasuk sangat dirasakan dalam dunia pendidikan. Dari level elementer mulai SD kelas 1 ada BSE (Buku Sekolah Elektronik) hingga perkembangan e Library di berbagai pendidikan tinggi. Tak ketinggalan dunia pelayanan kesehatan hingga forum-forum non formal kecil lainnya telah menggunakan perangkat teknologi komunikasi dan informasi.
PASKAL sebagai paguyubannya para Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Jantung Fakultas Kedokteran Unair tentunya tidak lepas dari berbagai aktifitas mulai yang bernuansa akademik, kekeluargaan, kerohanian maupun aktifitas individu dan sosial lainnya. Sungguh keberadaan wadah yang bisa merekam, menyalurkan dan menampung semua aktifitas untuk kepentingan sendiri, orang lain, saat ini dan masa mendatang sangatlah urgen. Belum lagi, benefit dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan berbagai pihak yang tentu akan memberikan peluang dan kesempatan kerjasama yang lebih baik. Jargon kekinian mengatakan siapa yang menguasai informasi dialah akan menguasai dunia.
Menatap ke depan, sayap berkepak siap terbang, menjelajah dan menjawab tantangan saat ini dan masa depan. Mengawali itikad untuk menjadi lebih baik, setitik karya yang masih menuntut pengembangan yang masih luas dan panjang. Pasti banyak kelemahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan sehingga diperlukan kerja keras,kesabaran dan konsistensi. Namun segala impian akan segera menjadi kenyataan dengan kebersamaan dan saling mengisi. Semoga ketersediaan sarana teknologi informasi - komunikasi berupa website atau blog paguyuban asisten kardiologi Airlangga, Surabaya bisa bermanfaat dan memberi nilai tambah …… Semoga !
Selamat....dok !!??
PROGRAM KERJA DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2008 - 2010
Program Kerja Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular tahun 2008 – 2010 mengacu pada beberapa hal sebagai berikut :
1. Visi dan Misi Universitas Airlangga-BHMN.
2. Rumusan Hasil Rapat Kerja Pimpinan Universitas Airlangga-BHMN, tanggal 29-30 Januari 2008.
3. Program Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
4. Realitas Kondisi Internal yang ada pada Departemen Ilmu Penyakit Jantung
Program kerja Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular tahun 2008 – 2010 disusun dalam sistem matrix untuk setiap tahunnya, disertai target pencapaian program dalam bentuk prosentase. Pada dasarnya Program Kerja tahun 2008 identik dengan Program Kerja tahun 2010, yang membedakan keduanya adalah prosentase pencapaian program. Evaluasi prosentase pencapaian program dilaksanakan nanti pada setiap akhir tahun berjalan. Prosentase pencapaian program 100% menunjukan bahwa program tersebut telah berjalan sepenuhnya pada tahun 2008. Selain itu pada Program Kerja ini, disertakan pula Struktur Organisasi Departemen.
Naskah lengkap disini
26 Agustus 2008
SICILIAN GAMBIT SUATU PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM PENGKLASIFIKASIAN OBAT-OBATAN ANTI-ARITMIA
Sebelum tahun 1960-an, pengklasifikasian obat-obatan anti-aritmia (OAA) belum menjadi perhatian para ahli karena kurangnya OAA yang tersedia pada saat itu. Hingga pada tahun 1950-an, misalnya, hanya ada dua jenis OAA yang tersedia yakni quinidine (diperkenalkan oleh Walter Frey pada tahun 1918) dan procainamide (ditemukan oleh Mark tahun 1951). Jenis OAA mulai bertambah jumlahnya pada tahun 1950 ketika Southworth memperkenalkan lidocaine dan ketika Harris-Kokernot menemukan efek anti-aritmia diphenylhidantoin. Selanjutnya Vaughan William pada tahun 1963 memperkenalkan obat pronethanol, suatu jenis obat beta-adrenergic receptor blocker yang memiliki efek anti-aritmia. Dengan makin bertambahnya jumlah OAA, para ahlipun mulai merasa pentingnya suatu pengklasifikasian, yang diharapkan dapat mempermudah pemahaman dan penggunaan obat-obatan anti-aritmia.1,2
Pada tahun 1970-an diperkenalkan dua sistem pengklasifikasian OAA, yakni yang dikembangkan oleh Singh dan Vaughan William (1970) dan oleh Hoffman dan Bigger (1971). Singh-Vaughan William mengkategorikan OAA atas empat kelas berdasar kerja elektrofisiologinya, yakni kelas-kelas I (sodium-channel blocker), II (beta-adrenergic receptor blockers), III (outward potassium conductance blockers) dan IV (calcium channel blockers). Sedangkan Hofman dan Bigger membagi OAA atas dua kelas, yakni obat-obatan yang bekerja mengurangi Vmax serta menekan eksitasi otot jantung (seperti quinidine dan procainamide) dan obat-obatan yang bekerja tanpa mengurangi Vmax dan tidak menghambat eksitasi otot-otot jantung. Dalam perjalanan selanjutnya, sistem klassifikasi Vaughan William lebih banyak digunakan, meskipun sebenarnya sistem ini juga mengadopsi dasar klasifikasi dari Hofman-Bigger dan ahli-ahli yang lain. Tahun 1974, misalnya, Singh memasukan konsep Hofman-Bigger kedalam sistem Singh-Vaughan William dan karenanya membagi kelas I klasifikasi Singh-Vaughan William menjadi sub-kelas Ia (obat yang mengurangi Vmax dan memperpanjang repolarisasi) dan Ib (obat yang mengurangi Vmax dan memperpendek repolarisasi). Harrison (1981) kemudian menambah sub-kelas Ic (obat yang mengurangi Vmax dan tidak mempengaruhi repolarisasi) untuk melengkapi klasifikasi Vaughan William. 1,2 Karena itu, klasifikasi Singh-Vaughan William yang ada saat ini bukan semata-mata didasarkan pada klassifikasi Singh-Vaughan William, namun hakekatnya merupakan kombinasi ide dari ahli-ahli lainnya. Karena itu pulalah, beberapa ahli menyebut klasifikasi Vaughan William ini sebagai klasifikasi Singh-Hauswirth-Harrison-Vaughan William (S-H-H-VH).3
Naskah lengkap disini
Slide disini
23 Agustus 2008
Kardiologi pediatri
22 Agustus 2008
NESIRITIDE INTRAVENA, SUATU PEPTIDA NATRIURETIK UNTUK TERAPI GAGAL JANTUNG AKUT
Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan di masyarakat yang penting. Saat ini, di Amerika Utara dan Eropa terdapat lebih dari 15 juta pasien dengan gagal jantung dan setiap tahun terjadi hampir 1,5 juta kasus baru. Gagal jantung merupakan penyebab tersering perawatan di rumah sakit pada populasi berusia lebih dari 65 tahun (Weibel, 2002; Mueller, 2004). Di seluruh Indonesia, secara epidemiologis diperkirakan jumlah pasien akan bertambah setiap tahunnya.
Gagal jantung akut memiliki prognosis yang jelek. Pasien gagal jantung dengan NYHA Functional Class IV memiliki angka mortalitas 40-50 % per tahun. Kematian mendadak dengan kemungkinan penyebab suatu aritmia ventrikel sering terjadi yaitu sebesar 20-50 % pasien. Sedangkan angka rehospitalisasi dengan frekwensi 1 kali atau lebih selama 12 bulan sebesar 45%.
Di negara-negara Eropa, penanganan gagal jantung menghabiskan 1-2% dari total biaya pemeliharan kesehatan masyarakat, di mana 75% dari biaya penanganan gagal jantung tersebut digunakan untuk biaya perawatan di rumah sakit. Diperkirakan biaya perawatan di rumah sakit untuk pasien-pasien gagal jantung akut setiap tahunnya mencapai 12,7 milyar dollar AS.
Gagal jantung akut dekompensata sering dipandang hanya sebagai kelainan volume overload dan cardiac output yang rendah. Strategi penanganan yang ditujukan untuk memaksimalkan cardiac output ternyata menghasilkan peningkatan angka mortalitas, sedang diuretik sebagai monoterapi berakibat pada peningkatan systemic vascular resistance (SVR) dan aktivasi refleks neuroendokrin.
Saat ini, diketahui bahwa gagal jantung akut ditandai dengan peningkatan left ventricular (LV) filling pressure yang mencerminkan adanya kombinasi antara peningkatan SVR dengan fungsi sistolik dan diastolik yang terganggu. Kenyataan ini telah menggeser penanganan gagal jantung akut dengan fokus pada diuretik sebagai monoterapi dan atau inotropik intravena ke arah penggunaan peptida natriuretik dan vasodilator dikombinasi dengan diuretik.
Naskah lengkap disini
Inferior Vena Cava Filter on Lower Limb Deep Vein Thrombosis
Trombosis vena profunda dan emboli pulmonal merupakan dua hal dari satu rangkaian proses penyakit. Trombosis vena profunda tungkai bawah menjadi penyebab lebih dari 90% kasus emboli pulmonal, namun hanya sekitar 10% kasus tersebut tampak secara klinis. Komplikasi paling berat dari penyakit tromboemboli vena adalah emboli pulmonal. 8,16
Trombosis vena profunda paling sering terjadi pada tungkai bawah dan dapat pula timbul hanya pada vena tungkai atas atau pelvis. Culprit veins yang sering terlibat pada kejadian emboli pulmonal yang bermakna secara klinis adalah cephalad sampai dengan trifurkasio. 16
Emboli pulmonal akan menimbulkan simtom bila emboli berukuran besar, dan bila emboli berdiameter lebih dari 7,5 mm dapat berakibat fatal. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien dengan emboli pulmonal. Di Amerika Serikat, setiap tahun didiagnosis 355.000 pasien dengan emboli pulmonal, dan sebanyak 240.000 diantaranya meninggal. Emboli pulmonal menempati urutan ketiga sebagai penyebab tersering kematian mendadak penyakit kardiovaskular. 8
Antikoagulan sistemik dengan heparin intravena dilanjutkan dengan warfarin oral masih menjadi modalitas utama pengobatan trombosis vena profunda dan pencegahan terjadinya emboli pulmonal. Penggunaan heparin merupakan tonggak revolusi pengobatan emboli pulmonal dengan menurunkan risiko emboli pulmonal yang fatal hingga 75% dan menurunkan risiko kekambuhan terjadinya emboli pulmonal dari 25 % menjadi 2%. 8, 16
Meskipun demikian, terdapat beberapa laporan bahwa sekitar 33% pasien dengan emboli pulmonal kambuh dengan terapi antikoagulan yang telah diberikan secara adekuat. Terapi antikoagulan berkaitan pula dengan risiko perdarahan, sehingga perlu dihindari pemakaian pada pasien dengan resiko gagal terapi yang tinggi, yaitu meliputi pasien dengan stroke perdarahan, metastasis sistem saraf pusat atau kelainan perdarahan. Heparin dapat dipakai selama kehamilan namun warfarin memiliki efek samping bemakna pada perkembangan janin karena warfarin dapat menembus plasenta.
Naskah lengkap disini
RAHADIAN'S WEDDING
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Selamat ya bro, moga acaranya lancar...
EMERGENT PERCUTANEOUS TRANSVENOUS MITRAL COMMISUROTOMY IN SEVERE MITRAL STENOSIS WITH CARDIAC ARREST AFTER CESARIAN SECTION
Pasien stenosis mitral dengan kehamilan merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.8, 12 Masa kehamilan dan peripartum berkaitan dengan perubahan kardiosirkulasi penting yang dapat menyebabkan perburukan klinis yang nyata pada wanita dengan kelainan jantung. 14, 16 Seringkali pasien-pasien demikian memerlukan masa tirah baring dan hospitalisasi yang lebih lama walaupun terapi secara klinis telah dioptimalkan. 16
Dari 75% pasien dengan penyulit penyakit jantung selama kehamilan, stenosis mitral merupakan kelainan terpenting dan paling sering terjadi. Angka mortalitas pasien dengan stenosis mitral berat pada kehamilan mencapai 5%.10 Persalinan, melahirkan dan permulaan nifas merupakan masa paling berisiko karena terjadinya beban tambahan sistem kardiovaskular pada wanita .10,15 Telah diketahui bahwa tindakan seksio sesaria dengan berbagai teknik anestesinya berkaitan pula dengan perubahan hemodinamik secara bermakna.8
Setelah diperkenalkan pertama kali oleh Inoue dkk pada tahun 1984, berbagai laporan menyatakan bahwa Percutaneous Transvenous Mitral Commisurotomy (PTMC) dapat memperbaiki dengan segera kondisi hemodinamik pasien-pasien stenosis mitral. Banyak penelitian menunjukkan bahwa PTMC merupakan tindakan yang aman dan efektif dibandingkan tindakan bedah katup mitral pada kehamilan dengan stenosis mitral berat.11,12 Pada keadaan gawat darurat di mana profil hemodinamik memburuk, emergency PTMC perlu dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
Naskah lengkap disini
PEMERIKSAAN SONOGRAFI VASKULAR EKSTREMITAS ATAS
Usia lebih dari 65 tahun, diabetes mellitus dan merokok merupakan faktor risiko yang berkorelasi kuat terhadap kejadian penyakit vaskular perifer. Menurut WHO 2002, diperkirakan populasi berusia lebih dari 65 tahun di seluruh dunia meningkat dari 420 juta pada tahun 2000 menjadi 973 juta pada tahun 2030. Data Wild et al 2004, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan meningkat dari 8,1 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan WHO 1996 menyebutkan insidensi merokok meningkat sekitar 1,7 % per tahun di negara-negara sedang berkembang.
Permasalahan kelainan vaskular ekstremitas atas lebih kompleks. Ekstremitas atas memiliki struktur dan fungsi yang unik dengan anatomi vaskular yang rumit. Kelainan vaskular ekstremitas atas dapat disebabkan oleh berbagai hal, meliputi aterosklerosis, kompresi mekanis pada daerah thoracic outlet, vasospasme arteri jari, trauma disertai trombus pada tangan dan pergelangan, tromboemboli jantung serta aneurisma lengan proksimal. Oleh karenanya perlu dipikirkan berbagai penyebab tersebut bila menghadapi kelainan vaskular ekstremitas atas.
Berbagai kelainan vaskular yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dapat didiagnosis dengan modalitas pemeriksaan non invasif secara baik. Modalitas pemeriksaan non invasif memperbaiki hasil evaluasi dengan memberikan ukuran obyektif dari berbagai parameter anatomis ataupun fisiologis. Ultrasonografi Doppler merupakan modalitas non invasif yang penting dalam deteksi kelainan vaskular perifer.
Naskah lengkap disini
INTERVENSI KORONER PERKUTAN PADA PENDERITA DIABETES
Saat ini, terdapat lebih dari 150 juta penduduk menderita Diabetes Mellitus (DM) di seluruh dunia dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat mencapai 300 juta pada tahun 2025. Di negara kita, pada tahun 2000 terdapat 8.4 juta penduduk menderita DM dan pada tahun 2030 jumlah ini diperkirakan meningkat mencapai 21,3 juta penduduk, dimana dengan jumlah tersebut menempatkan negara kita pada peringkat ke-4 tertinggi di dunia.
DM menyebabkan peningkatan secara bermakna prevalensi coronary artery disease (CAD). Pada pasien diabetes, kejadian CAD meningkat 2-4 kali lipat lebih sering dibanding pasien non-diabetes. DM juga merupakan salah satu faktor risiko independen meningkatnya angka mortalitas kardiovaskular. Lebih dari 50% kematian pasien diabetes disebabkan karena kejadian kardiovaskular.7,8,9 Sementara itu, angka survival pasien berusia lebih dari 65 tahun dengan CAD menurun secara bermakna pada pasien diabetes bila dibandingkan pasien non-diabetes. 26
Presentasi klinis CAD pada pasien diabetes cenderung lebih buruk di banding pasien non-diabetes. Diketahui pula bahwa baik secara klinis maupun angiografi, outcome tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) pasien diabetes lebih buruk dibanding pasien non-diabetes. 1,2,3 Meskipun berbagai perkembangan meliputi pemakaian stent intra koroner dan glycoprotein IIb/IIIa antagonist telah menghasilkan outcome tindakan intervensi yang lebih baik, namun perbedaan outcome masih terjadi antara pasien diabetes dan non-diabetes.
Pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas beberapa hal mengenai tindakan PCI pada pasien diabetes.
Langkah lengkap disini
SEORANG WANITA DENGAN EBSTEIN’S ANOMALY
Pada tahun 1866, Wilhelm Ebstein pertama kali melaporkan suatu kasus kelainan katup trikuspid dengan judul “Concerning a very rare case of insufficiency of the tricuspid valve caused by a congenital malformation“. 7 Pada tahun 1927, Alfred Amstein mengusulkan nama kelainan kongenital katup trikuspid yang khas tersebut sebagai Ebstein’s anomaly. Kemudian pada tahun 1937, Yates dan Saphiro melaporkan kasus Ebstein’s anomaly yang disertai dengan data elektrokardiografi dan radiologi .
Ebstein’s anomaly ditandai dengan letak daun posterior dan septal dari katup trikuspid yang bergeser ke apikal sehingga terjadi atrialisasi ventrikel kanan, dan seringkali disertai kelainan jantung yang lain seperti atrial septal defect (ASD), patent foramen ovale (PFO), pembesaran atrium kanan dan kelainan miokard.
Prevalensi Ebstein’s anomaly secara pasti di Amerika Serikat tidak diketahui, karena kelainan dengan derajat ringan dari kasus ini seringkali tidak terdiagnosis.12 Diperkirakan angka kejadiannya sebesar 1-5 kasus per 200.000 kelahiran hidup dan menempati 0,5-1% dari seluruh kelainan jantung kongenital.
Sebagai kelainan kongenital yang kompleks, Ebstein’s anomaly memiliki spektrum yang luas, baik secara klinis maupun patologi-anatomis. Tidak satupun pasien memiliki kelainan yang sama dengan pasien yang lain. Perjalanan klinis bervariasi tergantung tingkat pergeseran letak katup trikuspid. Dengan demikian, pengetahuan yang memadai tentang berbagai variabel hemodinamik, perbedaan secara anatomis serta alternatif penatalaksanaan dari kelainan ini menjadi hal yang penting.
Naskah lengkap disini
RISIKO STENT THROMBOSIS
Saat ini, lebih dari 80% kasus intervensi koroner diluar negeri dilaksanakan dengan pemasangan stent. Keadaan yang serupa terjadi pula di negara kita dimana pemasangan stent telah dimulai sejak tahun 1992 dan jumlahnya terus makin bertambah. Hal demikian bisa dimengerti, karena stent memiliki keunggulan dibanding balloon angioplasty dalam hal pencegahan penutupan arteri mendadak (abrupt vessel closure), dapat mengurangi angka revaskularisasi arteri bermasalah (target vessel revascularization), dan telah terbukti dapat mengurangi risiko penyumbatan kembali setelah intervensi (restenosis).
Keberhasilan jangka panjang dari pemasangan stent koroner terkendala oleh kejadian restenosis. Angka kejadian restenosis meningkat seiring dengan peningkatan jumlah pemasangan stent. Angka kejadian restenosis berkisar antara 10% sampai dengan 58% tergantung dari karakteristik lesi di arteri koroner dan variabel-variabel yang ada pada pasien. Sebagai upaya pencegahan terjadinya kejadian restenosis maka muncul terobosan teknologi berupa penggunaan drug-eluting stent (DES).
Naskah lengkap disini
21 Agustus 2008
CME online
Undang undang Republik Indonesia No 29 tentang Praktik Kedokteran mengamanatkan bahwa Pengaturan Praktik Kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter dan dokter gigi, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh lembaga profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
CME (Continuing Medical Education) online gratisan bisa lewat web site nya medscape, cleveland atau princeton. Kalo harvard emang bayar, tapi karena Indonesia terkatagorikan third world countries jadi diskon separuh harga, ga tau mesti bersyukur atau tercenung hehehe.
Kalo Paskalers tertarik ikutan CME, ayo download materinya disini
19 Agustus 2008
EPIDEMI TERKINI SINDROMA KARDIOMETABOLIK DEFINISI, KLASIFIKASI, DAN PENANGANAN TERBARU
Carmets tersebar luas di seluruh dunia dan ditemukan di berbagai etnik termasuk Asia tenggara. Di Amerika prevalensi Carmets mencapai 24% bahkan di Mexico mencapai 32% hal ini terkait dengan tingginya angka hiperglisemia dan hipertensi. Data Epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Carmets di Asia Tenggara meningkat terkait dengan rendahnya kolesterol HDL dan secara genetik ada kecenderungan terjadi resistensi insulin pada populasi ini.
Meningkatnya prevalensi Carmets sejalan dengan meningkatnya prevalensi obesitas yang merupakan salah satu komponen dari Carmets. Di Amerika prevalensi obesitas (BMI ≥ 30 kg/m²) di tahun 2005 mencapai 25% diperkirakan tahun 2030 mencapai 43%.4 Di Indonesia data dari Direktorat Bina Gizi masyarakat melakukan pemantauan terhadap 10.494 orang di 14 kota diperoleh hasil pada laki-laki 12.8% overweight dan 2.5% obese sedang pada wanita 20.0% overweight dan 5.9% obese.
Carmets lebih bersifat asymptomatic sehingga tidak banyak data yang diperolah mengenai komponen Carmets, munculnya manifestasi Carmets ke permukaan merupakan sebagian kecil dari jumlah yang sebenarnya sehingga masih bersifat “the iceberg concept”.
Carmets berhubungan erat dengan peningkatan kejadian CVD yang meliputi Coronary heart disease, Cerebrovascular disease, dan peripheral vascular disease. Dikatakan bahwa orang dengan Carmets tiga kali lebih besar beresiko terjadi CVD dibandingkan dengan orang tanpa Carmets dan prevalensinya yang bersifat fenomina gunung es maka Carmet menjadi isu besar dalam dunia kesehatan.
Naskah lengkap disini
17 Agustus 2008
In Memoriam
Innalillahi wa innailaihi rojiun.. keluarga besar PASKAL turut berduka cita atas meninggalnya dr. Rudi Atmoko, SpJP, tanggal 16 Agustus 2008, sekitar pukul 18.00, semoga amal ibadah beliau diterima disisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran yang luar biasa...
alamat duka : Sutorejo Utara VIF/24 Surabaya..
Diantara jejak dr. Rudi Atmoko, SpJP (Alm) on net :
13 Agustus 2008
PEDOMAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROFESIONAL KEDOKTERAN BERKELANJUTAN (PPPKB)
Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh lembaga profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi. Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi (Pasal 28 ayat 2). Yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan adalah pengembangan profesionalisme kedokteran berkelanjutan (Continuing Profesional Development/CPD)
Naskah lengkap disini
STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DI INDONESIA
SUBPOKJA STANDARD PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS,KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat. WFME mempromosikan suatu standar keilmuan dan etika yang tinggi, menerapkan metoda pembelajaran dan sarana instruksional baru, serta manajemen yang inovatif pada pendidikan kedokteran.
Pendidikan dokter, dokter spesialis dan dokter subspesialis (spesialis konsultan) adalah pendidikan berbasis akademik dan profesi. Pendidikan dokter spesialis adalah jenjang pendidikan lanjut pendidikan dokter. Pendidikan dokter spesialis konsultan merupakan jenjang pendidikan lanjut dari pendidikan dokter spesialis.
Naskah lengkap disini
11 Agustus 2008
PHARMACOECONOMICS SURVEY OF AMLODIPIN AND NIFEDIPIN UTILITY IN THE TREATMENT OF HYPERTENSION IN CARDIOLOGY OUTPATIENT CLINIC DR.SOETOMO GENERAL HOSPITAL
Cost besar menghasilkan outcome besar hal yang wajar, cost besar menghasilkan outcome kecil atau sama dengan cost yang lebih rendah tidak efektif dan tidak efisien. Seorang dokter harus mampu memilih obat dengan cost terrendah menghasilkan outcome yang lebih besar atau minimal sama dengan obat yang costnya lebih besar. Perlu disadari tidak semua obat murah mempunyai efektivitas biaya (efisien) lebih besar begitu juga sebaliknya, dengan mempertimbangakan outcome yang dicapai, biaya evaluasi yang diperlukan terkadang obat mahal lebih efisien. Untuk menentukan pilihan obat antihipertensi yang lebih efisien Evaluasi ekonomi klinik atau yang lebih dikenal Farmakoekonomi dapat membantu dalam mengambil keputusan. Farmakoekonomi secara ringkas dapat didefinisikan sebagai penelitian untuk mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya dengan outcome pengobatan.
Banyaknya golongan obat antihipertensi dengan harga yang beragam selain pertimbangan indikasi yang tepat pertimbangan Farmakoekonomi tidak boleh dikesampingkan, betapapun tinggi tingkat kepatuhan minum obat penderita tanpa didukung daya beli yang memadai keajegkan pengobatan tidak akan terjamin. Atas dasar data diatas penelitian Farmakoekonomi ini akan membandingkan efektivitas biaya penggunaan Calsium Channel Blocker (CCB) Amlodipin (tidak tersedia di Askes) dan Nifedipin (tersedia di Askes/Askes maskin) pada terapi hipertensi di Poli Jantung RSU Dr. Soetomo Surabaya. Untuk menilai hasil terapi (outcome) digunakan kriteria JNC VII.
Naskah lengkap disini
PENYAKIT JANTUNG PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Sean W. Murphy dan Patrick S. Parfrey*
The Kidney and Urinary Tract Disease,Ed. Robert Schrier, 2007 pp. 2482-2501
Diterjemahkan oleh Yusra Pintaningrum
Penyakit ginjal terminal (PGT) dan penyakit kardiovaskuler saling berkaitan sejak awal dialisis kronik. Clyde Shields, pasien pertama yang menjalani dialisis jangka panjang, meninggal oleh karena infark miokard pada tahun 1970, pada usia 50 tahun, yaitu 11 tahun setelah hemodialisis (HD) pertama (1). Angka statistik bertambah sejak dibuktikan adanya efek penyakit kardiovaskuler pada pasien ginjal. Setengah kematian pasien dengan PGT diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, hal tersebut hampir sama terjadi di seluruh dunia (2-10). Insiden infark miokard atau angina pertahun yang masuk rumah sakit (MRS) pada pasien yang menjalani HD sebanyak 8 %, dan pasien gagal jantung yang harus MRS atau diterapi dengan ultrafiltrasi sebanyak 10% (11). Diantara pasien yang memulai dialisis rumatan, sekitar 80% menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricle Hypertrophy/LVH) atau kelainan disfungsi sistolik yang merupakan prediksi gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure/CHF), penyakit jantung iskemi (Ischemic Heart Disease/IHD), dan kematian (12). Prevalensi yang tinggi pada abnormalitas ventrikel kiri menunjukkan bahwa pasien sebaiknya menjalani transplantasi ginjal (13). Lebih jauh lagi, angka kematian kardiovaskuler pada pasien yang menjalani dialisis lebih tinggi dari populasi umum pada semua kelompok usia, terutama kelompok usia yang lebih muda (Gambar 95-1). Pada beberapa tahun terakhir telah ada kewaspadaan bahwa penyakit ginjal kronis (PGK) pada semua stadium – tidak hanya dialisis – telah memberikan efek prognosis pasien pada penyakit jantung (14-20).
Naskah lengkap disini
STENTING ARTERI KAROTIS PADA PENDERITA DENGAN TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK
Suryono, Jeffrey D. Adipranoto
Stenosis arteri karotis sampai saat ini masih menjadi problem kesehatan masyarakat, hal ini terkait dengan meningkatnya resiko kejadian stroke iskemik maupun stroke emboli. Suatu laporan menyebutkan bahwa insident stroke iskemik meningkat sejalan dengan meningkatnya usia, yakni 33 % sebelum usia 45 tahun dan 80% setelah 50 tahun, sedangkan penyebab dari keseluruhan kasus tersebut 20% sampai dengan 30% akibat stenosis arteri karotis.1
Stenosis arteri karotis dapat ditemukan secara kebetulan, pada pasien ini biasanya asymtomatis dan ditemukan bersama dengan penyakit vaskuler lain, misalnya stenosis pada : arteri koroner, extremitas bawah dan arteri renalis. Pada pasien symtomatis presentasi klinisnya dapat berupa Transient Ischemic Attacks (TIA) atau stroke iskemik berat akibat oklusi subtotal / oklusi total pada satu dan atau kedua arteri karotis.2
Penanganan stenosis arteri karotis meliputi pengobatan Medikamentosa, pembedahan dengan Carotid Endarterectomy (CEA) dan Angioplasty. Pengobatan Medikamentosa belum terbukti menghilangkan stenosis pada arteri karotis, pengobatan ini bertujuan mengobati faktor resiko stenosis dan memperlambat progresivitas plak namun efficacy terhadap Cerebral Ischemic Events masih menjadi perdebatan. CEA tidak dapat dilakukan pada semua pasien misalnya , usia lebih dari 79 tahun, penderita dengan penyakit jantung / ginjal / hepar berat, kelainan katup / disritmia yang berisiko terjadi emboli, pasien dengan angina / infark miokard dalam 6 bulan, pasien yang menjalani oprasi besar kurang dari satu bulan dan pasien yang menolak tindakan oprasi. Pada kondisi ini Carotid Angioplasty lebih disukai sebagai pilihan terapi oleh karena lebih sederhana, seleksi pasien lebih luas dan kurang invasive.3 Berikut ini akan dilaporkan kasus PTA-Stenting arteri karotis pada penderita yang mengalami TIA dan mengidap penyakit jantung koroner.
Naskah lengkap disini
10 Agustus 2008
03 Agustus 2008
APLIKASI KLINIS EKOKARDIOGRAFI STRES DOBUTAMIN
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan penyebab utama perawatan di rumah sakit. Penyakit jantung koroner (PJK) menempati hampir 70 % penyakit kardiovaskuler. PJK disebabkan karena penyempitan/stenosis pada pembuluh darah koroner dengan presentasi klinis berupa iskemik miokard.
Dalam rangka menurunkan angka mortalitas akibat PJK berbagai teknologi telah dikembangkan baik invasive maupun noninvasive guna mendeteksi adanya iskemik miokard akibat stenosis koroner.1
Ekokardiografi merupakan salah satu sarana diagnostik noninvasive yang dapat mengetahui adanya iskemik miokard baik dalam keadaan istirahat maupun aktifitas fisik. Normal resting ekokardiografi tidak menyingkirkan adanya iskemik miokard, hal ini disebabkan karena beberapa kemungkinan : pertama, stenosis ringan yang belum mencetuskan iskemik saat istirahat. Kedua, stenosis berat namun ditopang dengan kolateral yang memadai atau pasokan oksigen masih mencukupi kebutuhan miokard saat istirahat. Untuk memastikan adanya iskemik miokard dilakukan stres pada jantung sehingga kebutuhan oksigen miokard meningkat atau pasokan oksigen berkurang, uji ini disebut stress echocardiography (SE)2
SE didasarkan pada konsep timbulya atau memburuknya kontraktilitas miokard regional akibat iskemik yang terdeteksi pada analisa gerakan dinding jantung. Ada dua kelompok SE yaitu ekokardiografi stres fisik (exercise stress echo) dan ekokardiografi stres farmakologi (pharmacology stress echo)2,3.
Pada Tinjauan Pustaka ini akan membahas aplikasi klinis Ekokardiografi stress dobutamin atau Dobutamine stress echocardiograppy (DSE) yang merupakan salah satu contoh dari Pharmacology stress echo.
Naskah lengkap disini
LESI BIFURKASIO : DEFINISI,KLASIFIKASI DAN INTERVENSI KORONER PERKUTAN
Percutaneous transluminal ballon coronary angioplasty (PTCA) pada lesi bifurkasio(LB) sampai saat ini masih merupakan problem yang dihadapi oleh intervensionis kardiologi. Hal ini terkait dengan tingkat keberhasilan yang rendah, sering terjadi komplikasi serta tingginya insident restenosis pada koroner yang telah dilakukan intervensi.1 Dari suatu laporan disebutkan bahwa Lesi bifurkasio mencakup 15-20 % dari keseluruan tindakan intervensi. Sebagian besar lesi ini ditemukan pada left anterior descending-diagonal selanjutnya circumlex-marginal dan terakhir left main 1,2,3,4
Tindakan PTCA dan memilih teknik intervensi pada LB merupakan pekerjaan yang menantang sehingga memerlukan kejelihan dan kecermatan seorang operator. Beberapa era telah dilalui, berbagai klasifikasi dan teknik telah dikembangkan untuk memperoleh hasil yang maksimal.5
Pada tahun 1980 ketika ballon angioplasty menjadi standar pada prosedur percutaneous koroner, penanganan lesi bifurkasio tetap disadari sebagai tindakan beresiko tinggi terjadi komplikasi iskemik akut (misalnya ; trombosis pada pembuluh darah utama(PU) atau pergeseran plaque ke pembuluh darah cabang(PC) ) dan restenosis. Menghadapi problem tersebut intervensionis kardiologi mengembangkan teknis kissing ballon untuk mengurangi kemungkinan pergeseran plaque ke PC dan meningkatkan outcome terapi. Kendatipun demikian resiko trombosis dan restenosis masih tinggi6,7
Naskah lengkap disini
Proteksi Mikrosirkulatori Miokard Distal Koroner selama Angioplasti Primer pada Infark Miokard Akut Inferior
Saskia D Handari, Yudi Her Oktaviono
Pencegahan terjadinya mikroembolisasi pada distal pembuluh darah koroner saat ini menjadi perhatian penting dalam percutaneous coronary intervention (PCI). Atheromatous dan embolisasi trombotik selama PCI pada infark miokard akut relatif sering terjadi dan memberi dampak pada mikrovaskular. Parameter yang digunakan selama ini antara lain adalah aliran Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI), perfusi miokard secara myocardial blush melalui angiografi opasitas kapiler serta resolusi segmen ST. Manifestasi klinis dari mikroembolisasi antara lain aritmia yang malignant, mikro infark yang tersebar, dan disfungsi kontraktilitas miokard.
Angioplasti primer atau primary PCI telah menunjukkan keunggulan dalam penurunan mortalitas dibanding trombolisis, utamanya karena pencapaian perfusi epikardium yang lebih optimal. Sehingga selain rekanalisasi epikardium yang tampak dalam parameter aliran TIMI 3 perlu kiranya diperhatikan perfusi miokard yang ternyata menunjukkan hasil suboptimal pada 20-40% penderita yang berdampak pada survival jangka panjang. Secara makroskopik diketahui embolisasi distal sebagai faktor penyebab menurunnya perfusi miokard selama angioplasti primer yang terjadi pada sekitar 16% kasus.
Beberapa faktor yang juga berperan dalam penurunan perfusi miokard setelah angioplasti primer dalam beberapa dekade terakhir. Injuri reperfusi mikrovaskular disinyalir mempunyai peranan utama dalam menyebabkan no-reflow phenomenon. Terapi farmakologis yang telah diteliti dan diterapkan untuk mengatasi injuri reperfusi yang mencetuskan iskemia tersebut, antara lain adenosine dan verapamil.
Saat ini embolisasi distal menjadi target terapeutik secara farmakologi ataupun mekanik untuk memperbaiki mikrosirkulasi selama prosedur angioplasti primer. Penghambat glikoprotein IIb/IIIa telah terdokumentasi pada beberapa penelitian meningkatkan aliran mikrovaskular, pemulihan kontraktilitas, dan menurunkan mortalitas pada primary angioplasty STEMI. Sebagai terapi mekanik telah dikenal embolic protection device terdiri dari tipe proksimal dan distal, serta thrombus extraction device.
Naskah lengkap disini
IMPLIKASI KLINIK DARI PATOFISIOLOGI PENYAKIT ARTERI KORONER
Saskia Dyah Handari, Iwan N Boestan
Pada beberapa dekade terakhir ini, paradigma tentang patofisiologi penyakit arteri koroner (coronary artery diseases-CAD) telah banyak mengalami perkembangan, dan hal ini mempengaruhi terjadinya perubahan konsep dan pendekatan klinis. Dalam pemahaman konvensional, misalnya, lesi aterosklerotik dianggap semata-mata disebabkan oleh adanya penumpukan kolesterol, karena itu penatalaksanaannya diutamakan pada upaya mengatasi gangguan kolesterol tersebut. Hal ini berbeda dengan pemahaman saat ini yang mempertimbangkan bahwa lesi aterosklerotik bukan hanya disebabkan oleh adanya kelainan kolesterol tetapi juga dipicu oleh faktor-faktor lain termasuk proses immunologis dan inflamasi. Anggapan konvensional yang lain bahwa plaque disruption merupakan penyebab utama terjadinya critical stenosis pada CAD. Saat ini ditunjukkan bahwa selain karena adanya kondisi solid state dari plaque disruption yang menimbukan acute coronary syndromes (ACS), terdapat faktor-faktor yang juga berperanan bagi terjadinya ACS antara lain fluid phase. Terjadinya perubahan dalam sistem koagulasi darah, termasuk gangguan keseimbangan mediator protrombotik dan antifibrinolitik, merupakan fenomena fluid phase yang ternyata juga berperanan penting bagi terjadinya proses aterosklerotik. Terdapat perubahan yang mendasar menyangkut pandangan terkini CAD menyebabkan lahirnya konsep-konsep baru dalam pendekatannya. Para ahli saat ini, misalnya, mulai merekomendasikan bahwa selain penatalaksanaan lokal terhadap culprit lesion pada CAD, perlu dilakukan upaya menstabilkan faktor-faktor lain yang berperanan bagi plaque disruption, termasuk menstabilkan fluid phase dan proses inflamasi. (Libby,2005).
Naskah lengkap disini
Presentasi Klinis Penderita Feokromositoma
Feokromositoma adalah tumor yang mensekresi katekolamin, dihasilkan oleh sel kromafin dimana 95% terdapat pada kelenjar adrenal. Tumor ini sering disebut “the 10% tumor” karena bersifat 10 % ganas, 10% bilateral, 10% terjadi pada anak-anak, 10% ekstra adrenal dan 10% bersifat familial (Firstgerald, 2004; Kaltsas, 2004).
Gejala yang ditimbulkan berhubungan dengan kelebihan katekolamin yang merangsang sistem persyarafan simpatis meliputi trias feokromositoma berupa berdebar, berkeringat, dan nyeri kepala yang terjadi secara paroksismal. Trias ini pada penderita hipertensi mempunyai spesifitas 93.8% dan sensitivitas 90.9% untuk diagnosis secara klinis suatu feokromositoma (Williams,1992). Manifestasi klinis selanjutnya sangat bervariasi tergantung pada sensitivitas individu terhadap katekolamin dan organ yang terlibat.
Manifestasi klinis feokromositoma pada jantung adalah nyeri dada dengan spektrum angina pektoris hingga infark miokard akut dimana tidak ditemukan aterosklerosis sebagai penyakit dasarnya. Diduga katekolamin meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan menyebabkan spasme koroner (Roberts,2000).
Beberapa keadaan dapat menyerupai gejala feokromositoma dengan disertai peningkatan katekolamin. Penghentian terapi klonidin secara mendadak juga memberikan gambaran klinis yang mirip feokromositoma. Gangguan serebral seperti vaskulitis serebral, perdarahan subarachnoid dan peningkatan tekanan intra kranial juga memberikan gambaran yang sama. Obat-obatan seperti amfetamin, efedrin, pseudoefedrin, isoproterenol, phenylpropanolamine dan kokain juga meningkatkan katekolamin (Williams,1992).
Naskah lengkap disini
Intervensi Perkutan Regurgitasi Pulmonal
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam penggunaan teknik intervensi kateterisasi pada penatalaksanaan kelainan-kelainan katup jantung misalnya percutaneous valve replacement.. Salah satu faktor pendorong kemajuan ini adalah tindakan koreksi berupa operasi jantung terbuka pada penderita-penderita kelainan jantung bawaan. Tetralogy of Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling sering dijumpai dengan prevalensi sekitar 10%. Saat ini banyak sekali penderita TOF yang mencapai usia dewasa terutama yang telah mengalami total koreksi berupa penutupan VSD, pelebaran RVOT dengan cara reseksi otot infundibular subpulmonal dan pelebaran stenosis pulmonal. Penutupan area yang terbuka saat melakukan pelebaran RVOT dilakukan dengan penempatan patch dari pericardnya sendiri, namun tindakan ini dapat menimbulkan sekuel di kemudian hari berupa kondisi aneurismatik, disamping itu terdapat korelasi antara ukuran patch dengan derajat keparahan dari regurgitasi pulmonal yang terjadi. (Feldman, 2006; Boenhoeffer 2000) Hal ini juga terjadi di RSUD Dr Soetomo Surabaya dimana hampir seluruh penderita paska koreksi bedah TOF terjadi sekuel regurgitasi pulmonal.
Kondisi ini menempatkan kardiolog pada posisi yang sulit saat penderita paska repair TOF menginjak usia dewasa karena kelainan regurgitasi pulmonal menimbulkan resiko untuk tindakan reoperasi. Sehingga dipikirkan tindakan non bedah untuk mengatasi sekuel ini dan sejak tahun 2000 berkembanglah berbagai penelitian intervensi perkutan dalam upaya mengatasi problem tersebut (Boenhoeffer,2000).
Naskah lengkap disini